Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

2 Sengketa Pajak PGN Akibat Beda Tafsir Peraturan Menteri Keuangan

Kasus ini sengketa pajak yang menyeret PGN terjadi karena perbedaan penafsiran dalam memahami Peraturan Menteri Keuangan (PMK)-252/PMK.011/2012.

5 Januari 2021 | 12.36 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seorang warga mengamati meteran gas yang terpasang di dinding rumahnya di salah satu rumah susun di Surabaya, Jawa Timur, 7 Mei 2019. Selain Surabaya, PGN juga membangun jaringan gas bumi di sejumlah daerah di Indonesia. Pembangunan infrastruktur gas itu menjadi prioritas utama PGN mengingat semakin besarnya kebutuhan energi yang lebih efisien. ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. atau PGN harus membayar kekurangan pembayaran pajak senilai Rp 3,06 triliun plus potensi denda kepada Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan. Ini adalah kelanjutan dari sengketa atas transaksi pajak tahun 2012 dan 2013.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus ini terjadi karena adanya perbedaan penafsiran dalam memahami Peraturan Menteri Keuangan (PMK)-252/PMK.011/2012. Ini adalah ketentuan mengenai pelaksanaan kewajiban pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan gas bumi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pada tahun 2017, perseroan mengajukan upaya hukum keberatan, namun Ditjen Pajak menolak permohonan tersebut," kata Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama dalam surat penjelasannya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) tertanggal 30 Desember 2020.

Upaya banding sempat dilakukan PGN di Pengadilan Pajak dan menang. Tapi, Ditjen Pajak melakukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) dan akhirnya menang. PGN harus membayar Rp 3,06 triliun.

Meski demikian, ini ternyata bukanlah kasus sengketa pajak satu-satunya antara PGN dan Ditjen Pajak. Pada 2014-2017, kembali terjadi sengketa yang juga akibat perbedaan penafsiran PMK tentang pemungutan PPN atas penyerahan gas bumi.

Saat itu, Ditjen Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan total nilai Rp 3,82 triliun. Sama seperti kasus pertama, PGN juga mengajukan keberatan kepada Ditjen Pajak.

Hasilnya, Ditjen Pajak mengabulkan seluruh permohonan PGN. Sehingga, PGN pun terbebas dari pembayaran kekurangan pajak Rp 3,82 triliun yang awalnya ditagihkan tersebut.

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus