Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Lembaga Aset Manajemen Negara (LMAN) Rahayu Puspasari memproyeksikan kontribusi kilang gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) Badak, Bontang, Kalimantan Timur terhadap PNBP tahun depan bakal cenderung stagnan, bahkan menurun. Direktur Utama Lembaga Aset Manajemen Negara (LMAN) Rahayu Puspasari memproyeksikan kontribusi kilang gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) Badak, Bontang, Kalimantan Timur tahun depan bakal cenderung stagnan, bahkan menurun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kemungkinan sama (stagnan) atau menurun tergantung reserve, tergantung nanti pengapalan (LNG)," kata Rahayu, Jumat pekan lalu, 28 Desember 2018. "Kalau reserve itu cadangan dari bumi. Kalau dari bawah enggak ada lagi ya enggak bisa."
Oleh karena itu pemerintah tengah berupaya mengoptimalkan aset negara, salah satunya kilang. Adapun kontribusi bagi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari kilang tersebut senilai Rp 876 miliar hingga pertengahan Desember 2018.
Pada akhir tahun lalu, Badan Layanan Umum yang berada di bawah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ini telah menandatangani perjanjian pengoperasian pemanfaatan dan optimalisasi aset kilang dengan PT Badak NGL. Adapun skema ya g diterapkan adalah toll fee.
Namun dalam perjalanannya, Kementerian Keuangan menunjuk PT Pertamina (persero) sebagai mitra pengelola kilang LNG Badak melalui surat S-598/MK.6/2018 pada 20 Desember lalu, tentang pengelolaan aktiva kilang tersebut.
Rahayu menuturkan penunjukan operator aktiva kilang LNG Badak sebagai bentuk sharing risiko dalam bentuk pengelolaan aktiva kilang. Dengan begitu, risiko yang timbul dari kegiatan pemrosesan gas jadi LNG atau LPG di kilang Badak LNG tidak dibebankan kepada negara saja selaku pemilik aset.
"Kalau terjadi sesuatu, harus ada pihak yang bertanggung jawab terhadap atas operasionalisasi atau liability yang ada di sana," kata Rahayu.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menuturkan penunjukan tersebut juga merupakan upaya pemerintah untuk mencari solusi dalam mempertahankan operasi kilang Badak LNG. Ia berharap penunjukan tersebut bisa menjamin kesinambungan dan ketersediaan energi nasional dengan tetap memenuhi ketentuan pengelolaan barang milik negara (BMN).
"Dalam menjamin ketahanan energi nasional, kami tetap harus bersinergi dan bekerja sama dalam menjaga stabilitas pengoperasian kilang tersebut," kata Mardiasmo.
Kilang Badak LNG sudah bukan lagi aset milik Pertamina sesuai amanat Undang-Undang No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang mana ada perubahan status Pertamina dari perusahaan negara (PN) menjadi perseroan terbatas (PT). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.92 tahun 2008 Kilang LNG Badak ditetapkan menjadi Barang Milik Negara (BMN) yang kemudian saat ini dimiliki oleh pemerintah di bawah Kemenkeu yang pengelolaannya dilakukan oleh LMAN.
Mardiasmo menuturkan ada perubahan skema dalam pengelolaan aset negara itu. DJKN lewat LMAN dan PT Pertamina (Persero) menandatangani perjanjian kerja sama pengoperasian dan pemanfaatan kilang aset kilang Badak LNG. Adapun skemanya, Pertamina ditunjuk sebagai mitra pengelola BMN, PT Badak NGL selaku operator kilang, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sebagai produsen gas.
Sebagai mitra pengelola, Pertamina juga akan memperluas bisnis di kilang LNG Badak tidak hanya pemrosesan LNG. Hal tersebut dilakukan untuk optimalisasi kilang lantaran produksi gas alam yang diprediksi akan menurun.
Untuk mengelola dan mengutilisasi aset tersebut, Direktur Pemasaran Korporat Pertamina Basuki Trikora Putra mengatakan perluasan bisnis di antaranya mencakup hub LNG, LPG transhipment, dan pusat pelatihan Kesehatan, Keselamatan, Keamanan dan Lingkungan (K3L/HSSE). "Dengan penunjukan ini kami berharap bisa memaksimalkan pendapatan bagi negara," kata dia.