Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, JAKARTA - Manisnya potensi ekonomi digital di Indonesia dari tahun ke tahun makin besar. Dalam riset berjudul “e-Conomy SEA 2019yang dilansir Google, Temasek dan, Bain & Company menaksir potensi ekonomi digital Tanah Air bakal menyentuh US$ 133 miliar atau Rp 1.862 triliun di tahun 2025 mendatang. “Untuk prediksi realisasi tahun ini saja bertumbuh menjadi US$ 40 miliar,” kata Manajeng Director Google Indonesia Randy Jusuf di kantornya, Senin 7 Oktober 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, luasnya wilayah dan jumlah penduduk yang masif di Indonesia menjadi potensi unik yang tidak bisa didapatkan negara lain. Selain itu pembangunan infrastruktur dan ekosistem ekonomi digital yang terus membaik membikin Indonesia menjadi negara yang pertumbuhan omzet ekonomi digitalnya yang paling moncer di kawasan Asia Tenggara dengan raihan hingga 49 persen.
“Salah satu faktor pentingnya adalah penetrasi internet yang tumbuh dari 92 juta pengguna pada tahun 2015 menjadi 152 juta pengguna di tahun ini,” ujar Randy. Adapun negara tetangga di kawasan pengguna internetnya paling tinggi ada di Filipina dengan 68 juta pengguna. Selain itu pendorong pesatnya pertumbuhan omzet ekonomi digital yang tahun lalu ditaksir mencapai US$ 27 miliar ialah sudah mulai terasa pemerataan penggunaan internet di luar kawasan sekitar Jakarta.
Melansir riset tersebut, ada empat subkategori ekonomi digital yakni e-commerce, online travel, online media, dan ride hailling. Seperti tahun lalu, sektor e-commerce menjadi sektor yang paling moncer dengan prediksi angka US$ 21 miliar atau tumbuh dari US$ 12,2 miliar. Sektor ride hailling naik di podium kedua dengan pertumbuhan US$ 2,3 miliar dari US$ 3,7 miliar pada tahun lalu menjadi US$ 6 miliar tahun ini.
Untuk segmen online media naik dari US$ 2,7 miliar menjadi US$ 4 miliar. Adapun online travel menjadi sektor yang pertumbuhannya paling kecil dari US$ 8,6 miliar tahun lalu menjadi US$ 10 miliar. “Untuk ride hailling, sektor penunjang seperti logistik menjadi salah satu sektor yang paling bertumbuh,” kata Joint Head, Investment Group, Temasek, Rohit Sipahimalani.
Partner dan Leader of Asia Pacific Digital Practice dari Bain & Company Florian Hoppe mengatakan Indonesia memiliki kesamaan karakteristik dengan negara raksasa digital Cina. Menurutnya untuk bisa mengejar potensi seribu triliun, Indonesia harus bisa memaksimalkan utilisasi pembayaran digital. “Dari kisaran 264 juta penduduk, hanya 42 juta yang memiliki rekening bank, ini peluang besarnya,” kata Florian.
Dia mengatakan bahkan ada 92 juta orang yang hingga saat ini, atau hingga riset ini selesai dibuat, tak memiliki akses keuangan sama sekali. Hal inilah, ujarnya, yang membikin banyak sekali pemain teknologi finansial berdatangan. “Tentunya ini perlu waktu jika ingin ada yang sebesar Alipay di Cina, sekarang juga perbankan meski sudah melakukan digitalisasi lebih mengamankan terlebih dahulu pasarnya,” ujarnya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara tak menampik pemerataan penetrasi internet di Tanah Air jadi penghalang pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Dia merujuk pada Thailand yang meski pengguna internetnya cuma 47 juta, namun ekonomi digitalnya bisa memberi sumbangan pada produk domestik bruto negara lebih tinggi dari Indonesia lantaran penetrasi internet yang hampir abolut. “Makanya pemerintah bikin palapa ring, dan bikin dua satelit,” katanya. “Tapi memang butuh waktu, satelitnya jadi baru tahun 2022.”