Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Alasan Yusril Ihza Mahendra Ikut Menambang Pasir Laut: Singapura Membutuhkan

Yusril Ihza Mahendra menjadi sorotan karena perusahaannya ikut mengajukan izin sebagai calon penambang pasir laut di Indonesia.

2 Oktober 2024 | 21.23 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara dan politikus Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra tengah menjadi sorotan karena perusahaannya ikut mengajukan izin sebagai calon penambang pasir laut di Indonesia. Hal tersebut dilakukan Yusril melalui PT Gajamina Sakti Nusantara yang baru didirikannya pada Juni 2023 lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti diketahui, Yusril pernah menjabat sebagai Ketua Tim Hukum dan Wakil Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada pemilihan presiden 2024. Dia juga dikenal sebagai mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2001-2002 dan Menteri Sekretaris Negara periode 2004-2007.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menanggapi ihwal perusahaannya yang ikut berburu izin tambang pasir laut, Yusril pun buka suara. Kepada Tempo, advokat dan akademisi hukum itu mengatakan, pasir yang berasal dari pengerukan sedimen bisa diekspor jika kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi. Dia pun menyebut jika ada negara yang membutuhkan ekspor pasir laut Indonesia.

“Singapura salah satu negara yang membutuhkan,” ucap Yusril kepada Tempo, Kamis, 26 September 2024.

Sebelumnya, dalam laporan Majalah Tempo berjudul “Pemburu Konsesi Penambangan Pasir Laut: Dari Hashim Djojohadikusumo sampai Yusril Ihza,” nama Yusril tertera dalam akta perusahaan PT Gajamina Sakti Nusantara. Gajamina ini tercatat menjadi salah satu perusahaan yang mengajukan izin sebagai calon penambang pasir laut, dalam laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Pada laporan tersebut, tercatat juga nama perusahaan kontraktor penyedot pasir atau mitra dredger dan calon pembelinya pasir laut dari PT Gajamina. Tertulis, mitra dredger perusahaan Yusril tersebut adalah Jan De Nul dengan calon mitra pembeli Hock Keng Heng Pte Ltd

Menurut Yusril, untuk menjalankan usaha di bidang pembersihan sedimen laut, dia memiliki dua pilihan untuk perusahaannya. Pilihan tersebut adalah mendirikan perusahaan baru atau mengubah klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia dari perusahaan lama menjadi usaha pembersihan sedimen. “Saya memilih mendirikan perusahaan baru,” kata dia.

Singapura Butuhkan Banyak Pasir Laut untuk Reklamasi

Di sisi lain, Singapura memang merupakan salah satu pasar terbesar untuk pasir laut. Menurut laporan Majalah Tempo Hitung-hitungan Singapura Membeli Pasir Laut Indonesia,” negara yang sering disebut sebagai kota pulau itu sedang membutuhkan pasir dalam jumlah besar. 

Selain digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan, pasir juga diperlukan untuk reklamasi pantai. Negara tersebut pun terus memperluas daratannya dengan slogan yang terkenal, "More Land, More Homes, More Greenery".

Pada 2030, kebutuhan lahan di Singapura diperkirakan meningkat dari 71.400 hektare menjadi 76 ribu hektare. Saat ini, seperti dikutip dari The Straits Times, Singapura tengah bersiap membangun kembali pantai selatannya dengan garis pantai sepanjang 120 kilometer yang membentang dari Terminal Pasir Panjang hingga Terminal Ferry Tanah Merah. 

Selain itu, Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong, mengumumkan dalam pidato Hari Nasional pada 18 Agustus 2024 bahwa rumah-rumah baru akan dibangun di kawasan tepi laut Marina East, Nicoll, serta di Long Island, lepas pantai timur. Proyek reklamasi ini akan menciptakan 800 hektare lahan, dua kali lipat dari luas Marina Bay, dan diperkirakan memakan waktu puluhan tahun, mirip dengan proyek reklamasi Marina Bay setelah kemerdekaan Singapura pada 1965.

Oleh karena itu, proyek-proyek jumbo ini membutuhkan pasokan pasir dalam jumlah besar. Perkiraannya, untuk menguruk atau mereklamasi lahan 1 kilometer persegi, diperlukan 37,5 juta meter kubik pasir atau sama dengan mengisi tiga setengah bangunan Istana Negara.

KHAIRUL ANAM, IHSAN RELIUBUN, MUHAMMAD IQBAL, RETNO SULISTYOWATI, CAESAR AKBAR, YOGI EKA SAHPUTRA, berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus