Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron mengkritik kebijakan pemerintah yang melarang penyaluran LPG 3 kg (kilogram) ke tingkat pengecer. Herman mengatakan kebijakan pemerintah yang mengharuskan masyarakat untuk membeli gas bersubsidi ke pangkalan resmi itu bisa menjadi tidak efektif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pangkalan itu kan titiknya ditentukan. Nah kalau satu titik pangkalan apakah bisa menjangkau ke seluruh desa?” ujar Herman mempertanyakan. Bila titik pangkatan tidak terjangkau oleh masyarakat, Herman menilai masyarakat harus berupaya lebih untuk membeli LPG 3 kg tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Herman menyebut masyarakat mungkin harus mengeluarkan ongkos tambahan untuk menjemput gas subsidi di pangkalan resmi. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan yang mulai berlaku sejak 1 Februari 2025 tersebut.
“Harus dipertimbangkan oleh pemerintah, bukan hanya persoalan ketersediaan tapi juga keterjangkauan, bagaimana barang bersubsidi ini bisa sampai kepada yang berhak menerimanya,” ujar Herman memberi saran.
Ia juga tidak heran bila saat ini ada kelangkaan stok gas LPG 3 kg sebagai imbas dari kebijakan tersebut. Pasalnya, warga kesulitan memperoleh gas melon yang tidak lagi dijual di warung-warung yang selama ini menjadi pengecer dari pangkalan resmi. Masalah kelangkaan itu, kata Herman, bukan karena stoknya sedikit, melainkan karena tidak lagi tersedia di tingkat pengecer yang dirujuk masyarakat.
Menurut Herman, kebijakan distribusi gas subsidi harus mengedepankan asas ketersediaan dan keterjangkauan. Selain memastikan jumlah stok yang cukup, pemerintah juga harus merancang kebijakan untuk menjamin LGP 3 kg terjangkau oleh masyarakat yang menjadi target penerima.
“Jangan sampai masyarakat pada akhirnya yang dirugikan. Apalagi nanti bulan puasa, tiba-tiba mau sahur gasnya habis. Masa harus lari ke pangkalan?” kata Herman. Rencananya, DPR akan memanggil PT Pertamina (Persero) untuk mengurai penyebab kelangkaan dari gas subsidi ini. DPR ingin mengetahui benarkah permainan harga di tingkat pengecer merupakan sumber msalah distribusi atau justru regulasi yang ada menghambat penyaluran ke penerima manfaat.
Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyampaikan mulai 1 Februari 2025, LPG 3 kg hanya dapat dibeli di pangkalan resmi yang terdaftar di Pertamina. Langkah ini dilakukan untuk memastikan harga yang sesuai dengan harga ecer tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Bagi pengecer yang ingin tetap berjualan, pemerintah membuka peluang untuk mereka menjadi agen resmi dengan mendaftarkan diri melalui sistem One Single Submission (OSS). Pemerintah juga memberikan masa transisi selama satu bulan hingga Maret 2025 untuk mengubah status pengecer menjadi pangkalan resmi.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan tidak ada kelangkaan LPG 3 kg, melainkan adanya pembatasan pembelian untuk memastikan distribusi yang lebih merata. Menurutnya, jika sebuah rumah tangga biasanya membeli 10 tabung per bulan tetapi tiba-tiba membeli 30 tabung, maka akan dilakukan pembatasan.
“Subsidi LPG ini menelan anggaran lebih dari Rp 80 triliun. Kami ingin memastikan bahwa subsidi ini benar-benar diterima oleh masyarakat yang berhak, bukan untuk keperluan industri atau pihak yang tidak berhak,” tegas Bahlil.
Meski pemerintah menegaskan bahwa distribusi LPG 3 kg masih cukup, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta, Hari Nugroho, mengungkapkan adanya kelangkaan di beberapa wilayah akibat pengurangan kuota elpiji bersubsidi pada tahun 2025.
Diketahui, kuota elpiji subsidi untuk Jakarta tahun ini sebesar 407.555 metrik ton (MT), lebih kecil dari realisasi penyaluran tahun 2024 yang mencapai 414.134 MT. Faktor lain seperti libur nasional juga mempengaruhi distribusi LPG, karena alokasi stok harus disesuaikan dengan jadwal distribusi yang telah ditetapkan.
Dani Aswara dan Michelle Gabriela berkontribusi pada penulisan berita ini