Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

BI Naikkan Suku Bunga Acuan 4,75 Persen Per Oktober 2022, Apa Dampaknya?

Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan selama tiga bulan terakhir. Yakni pada Agustus, September, dan terakhir Oktober. Lalu apa dampak kenaikan suku bunga ini?

23 Oktober 2022 | 19.17 WIB

Karyawan melintas di area perkantoran Bank Indonesia, Jakarta, Selasa, 31 Mei 2022. Bank Indonesia (BI) mengakui, tingkat inflasi pada tahun 2022 akan berada di atas batas atas kisaran sasaran BI yang sebesar 4 persen year on year (yoy). TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Karyawan melintas di area perkantoran Bank Indonesia, Jakarta, Selasa, 31 Mei 2022. Bank Indonesia (BI) mengakui, tingkat inflasi pada tahun 2022 akan berada di atas batas atas kisaran sasaran BI yang sebesar 4 persen year on year (yoy). TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia atau BI kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen pada Oktober 2022. Jumlah ini merupakan yang tertinggi sejak Maret 2020. September lalu BI juga menaikkan suku bunga acuan di angka 4,25 persen. Lalu, apa pengaruh naiknya suku bunga?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Kebijakan BI menaikkan suku bunga acuan jelang akhir tahun sudah diprediksi ekonom Pieter Abdullah Redjalam. Keputusan BI tersebut, menurut Pieter, didorong keagresifan bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve atau The Fed. The Fed diperkirakan menaikkan suku hingga 150 basis poin di akhir 2022. Dia menilai kebijakan hawkish itu perlu diimbangi dengan kenaikan suku bunga acuan BI yang memadai. Bila tidak, kondisi ini akan mendorong hengkangnya arus modal asing dan rupiah jadi loyo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pieter menilai selisih antara suku bunga acuan BI dan The Fed sudah sangat sempit. Jika makin sempit, situasi tersebut dianggap tidak akan cukup menutup risiko yang ada. Sehingga investor memilih keluar. Hal ini dapat mempengaruhi jatuhnya instrumen keuangan, seperti harga Surat Berharga Negara (SBN) dan harga saham lainnya. Jika dibiarkan, akan berdampak negatif bagi kondisi keuangan lembaga-lembaga keuangan karena adanya kewajiban mark to market.

Karena itu, kata Pieter, kenaikan suku bunga justru diharapkan bisa meredam lonjakan inflasi. Selain itu, kebijakan tersebut diyakini bisa mengurangi likuiditas perekonomian dan permintaan. “Dengan membatasi permintaan, inflasi bisa ditahan,” ujar dia kepada Tempo, Ahad, 16 Oktober 2022.

Setali tiga uang dengan Pieter, menurut Peneliti dari for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda, kebijakan BI menaikkan suku bunga acuan merupakan salah satu langkah menekan inflasi. “Jadi perlu kebijakan moneter dan fiskal untuk menahan laju inflasi, salah satunya melalui kenaikan suku bunga acuan,” kata Nailul saat dihubungi pada Rabu, 24 Agustus 2022 lalu. Pasalnya, dengan suku bunga yang meningkat, permintaan barang dari masyarakat cukup tertahan. Sehingga dapat menekan inflasi dari sisi permintaan.

Kendati begitu, di sisi lain, kata Nailul, kenaikan suku bunga akan menurunkan kredit, baik kredit produktif dan non produktif (konsumtif). Akibatnya, pertumbuhan ekonomi bisa relatif melambat. Hal ini dapat menimbulkan fenomena meningkatnya jumlah pengangguran dalam jangka pendek. “Jadi memang ada minusnya, dan positifnya bisa menahan inflasi agar tidak meningkat secara signifikan,” katanya.

Sejauh ini, menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, BI mencatat pertumbuhan kredit di perbankan masih sangat tinggi meskipun pada September 2022 suku bunga acuan telah dinaikkan sebesar 50 basis poin menjadi 4,25 persen. Pertumbuhan kredit pada September 2022 tercatat sebesar 11 persen secara tahunan. Persentase ini lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya, yakni 10,66 persen. "Demikian juga untuk pertumbuhan pembiayaan oleh perbankan syariah sebesar 19,0 persen dan kredit UMKM 17,13 persen yang ditopang segmen mikro," ungkap Perry saat konferensi pers secara virtual, Kamis, 20 Oktober 2022.

Namun, di sisi lain sejumlah pengusaha mengaku mulai merasa terbebani setelah suku bunga acuan BI naik 50 basis poin. Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, awalnya pengusaha mendukung kenaikan suku bunga untuk menjaga stabilisasi rupiah serta menahan inflasi yang terus naik. Namun kini, kenaikan 50 basis poin itu dirasa terlalu tinggi lantaran dibarengi dengan tekanan terhadap perekonomian global.

“Repotnya kebijakan moneter yang secara marathon menaikkan suku bunga acuan dari Agustus sebesar 25 basis poin, dilanjutkan September 50 basis poin, kembali dinaikkan 50 basis poin lagi,” kata Ajib kepada Tempo, Sabtu, 22 Oktober 2022.

Anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kebijakan Moneter dan Jasa Keuangan ini menganggap kebijakan BI yang terus menerus menaikkan suku bunga acuan justru bakal mengurangi likuiditas yang beredar di masyarakat. Selain itu, kebijakan BI berpotensi memberikan sentimen negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. “Pengusaha akan membuat penyesuaian-penyesuaian proyeksi sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Risiko kebijakan ini akan terjadi pelambatan ekonomi,” ujar Ajib.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus