Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengungkapkan industri kelapa sawit Indonesia sedang memburuk. Dia berujar nilai ekspor Indonesia kini menurun dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sekarang kondisinya kurang bagus, ekspor sawit indonesia naik tetapi secara angka nilai itu turun," kata dia dalam diskusi di kawasan Bandung Barat, Rabu, 23 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Musababnya, tutur Eddy, harga minyak nabati dunia sedang turun. Dia pun menyayangkan Indonesia sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia tak mampu menjadi penentu harga komoditas ini.
Berdasarkan catatan Gapki, ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya pada periode Januari hingga Juni 2023 sebesar US$ 14,6 juta. Angka ini anjlok jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, yaitu US$ 17,63 juta. Padahal total ekspor tahun ini meningkat dari 12,040 pada periode yang sama 2022 menjadi US$ 16,313 pada 2023.
Lebih jauh Eddy menjelaskan sawit hanya memiliki pangsa pasar sebesar 33 persen, lalu sisanya ada minyak nabati lain. Sementara itu, menurutnya, sawit tidak bisa berdiri sendiri. Sehingga apabila terjadi sesuatu pada minyak nabati lain, maka akan berpengaruh ke harga minyak sawit.
Misalnya saat awal perang antara Rusia-Ukraina tahun laly, tutur Eddy, pasar panik karena biji bunga matahari tidak bisa keluar baik dari Rusia maupun Ukraina. Alhasil harga melonjak tajam. Namun untuk menghindari kelangkaan di dalam negeri, pemerintah Indonesia membuat kebijakan pelarangan ekspor sawit.
Saat itu produksi sawit yang sedang bagus akhirnya dihentikan total. Imbasnya, tangki minyak sawit atau crude palm oil (CPO) tak bisa menampung pasokan yang masuk. Tandan buah segar (TBS) petani juga tidak tertampung dan banyak yang membusuk di pohon.
Menurut Eddy, kebijakan larangan ekspor CPO tahun lalu itu juga menjadi biang kerok jatuhnya harga sawit Indonesia. Sebab, kata dia, pasar internasional mengetahui bahwa langkah itu pasti membuat stok CPO di Indonesia melimpah sehingga menunda pembelian hingga harganya turun.