Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

BPJS Watch Minta BPJS Kesehatan Relaksasi Tunggakan sebelum Naikkan Iuran

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timbul Siregar, menyarankan agar pemerintah melakukan relaksasi terhadap tunggakan iuran BPJS Kesehatan

12 November 2024 | 17.21 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi BPJS Kesehatan. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menyarankan agar pemerintah melakukan relaksasi terhadap tunggakan BPJS Kesehatan dari kepesertaan yang tidak aktif. Relaksasi ini penting untuk dilakukan sebelum iuran BPJS Kesehatan diputuskan untuk naik besarannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya usulkan agar sebelum menaikan iuran, pemerintah harus melakukan relaksasi tunggakan iuran peserta,” ucap Timboel ketika dihubungi pada Selasa, 12 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bila relaksasi tersebut dilakukan, menurut dia, para peserta BPJS Kesehatan yang selama ini tidak aktif bisa kembali aktif dan kembali membayar iuran premi. Dengan begitu, penerimaan pendapatan iuran bertambah.

“Yang menunggak dapat membayar dan menjadi peserta aktif lagi,” ujar Timboel.

Selain menjalankan relaksasi, ia juga mengusulkan agar menaikkan jumlah insentif yang diberikan. Kenaikan jumlah insentif, khususnya untuk peserta kelas 3 sangat dibutuhkan untuk saat ini.

Apalagi dengan kondisi keuangan yang dialami oleh perusahaan. “Kalau saat ini kan (besar) insentif Rp 7 ribu, ke depan harus dinaikan bantuan insentif tersebut,” kata Timboel kembali.

Pada dasarnya, kata dia, ada banyak hal yang harus terlebih dahulu dilakukan oleh pihak BPJS Kesehatan sebelum akhirnya memilih menaikkan besar iuran peserta. Selain diskresi relaksasi dan menaikkan insentif, Timboel menilai perlu ada perbaikan data penerima bantuan iuran (PBI).

Menurut survei kesehatan indonesia 2023, dari peserta BPJS Kesehatan yang diklasifikasikan PBI, 35 persen di antaranya adalah pekerja penerima upah (PPU). Timboel menganggap, hal ini adalah suatu kecurangan atau fraud.

Pemerintah, kata Timboel, harus memastikan pengusaha membayar iuran untuk PPU sebesar 4 persen, sementara pekerjanya membayar 1 persen dari total iuran. “Kasih diskresi relaksasi untuk tunggakan iuran kelas mandiri, lalu cleansing data PBI dengan mengeluarkan pekerja formal (PPU) disertai penegakkan hukum, lalu baru kaji (kenaikan) iuran,” ucapnya.

Sebelumnya, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengatakan bahwa ada sekitar 50 juta dari total peserta BPJS Kesehatan yang tidak aktif karena tidak membayar preminya. Banyaknya peserta yang tidak aktif tersebut, kata Ghufron, membuat BPJS Kesehatan mengalami potential loss hingga triliunan rupiah.

Sementara itu, Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan, Mahlil Ruby, menyebutkan potential loss yang dihadapi oleh BPJS Kesehatan akibat banyaknya peserta yang tidak aktif membayar premi mencapai Rp 20 triliun. Namun, angka tersebut belum dihitung dengan biaya manfaat yang kemungkinan didapatkan bila para peserta aktif membayar premi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus