Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Cerita Adonan yang Menyelamatkan Dapur Cokelat Selama Pandemi Covid-19

Pendiri Dapur Cokelat, Ermey Trisniarty menceritakan dua ujian besar dalam perjalanan 20 tahun usahanya.

8 Oktober 2021 | 21.05 WIB

Pendiri Dapur Cokelat, Ermey Trisniarty. Dok. Dapur Cokelat
Perbesar
Pendiri Dapur Cokelat, Ermey Trisniarty. Dok. Dapur Cokelat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Hampir tiada bisnis yang tak terimbas pandemi Covid-19. Begitu juga dengan yang dialami oleh Dapur Cokelat, sebuah toko kue dan cokelat yang berdiri pada 2001. Pendiri Dapur Cokelat, Ermey Trisniarty menceritakan dua ujian besar dalam perjalanan 20 tahun usahanya adalah fenomena di era digital dan wabah corona.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Pandemi membuat kami tak tahu lagi harus bagaimana. Penjualan turun, omzet nyusruk. Tapi kami tetap harus beradaptasi dan mencari ide," kata Ermey dalam acara virtual peluncuran buku berjudul "Dapur Cokelat Bercerita" pada Kamis, 7 Oktober 2021. Saat itu Ermey Trisniarty dan suami, Okky Dewanto berusaha mempertahankan bisnis mereka. Namun apa daya, mereka terpaksa merumahkan sekitar 30 karyawan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ermey mengatakan dia dan Okky tidak bisa tidur selama tiga hari karena harus membuat keputusan pahit itu. "Pak Okky sampai menangis dan minta maaf di depan karyawan," ujar Ermey. Sementara puluhan orang itu dirumahkan, mereka tetap harus mencari terobosan bagi ratusan karyawan yang masih bertahan. "Kami harus menemukan jalan keluar. Yang penting kita melewati semua ini dulu."

Pendiri Dapur Cokelat, Ermey Trisniarty. Dok. Dapur Cokelat

Manajemen Dapur Cokelat kemudian membuat riset tentang perilaku konsumen selama pandemi Covid-19. Intinya, pelanggan belum berani datang ke toko. Mereka juga masih ragu memesan kue dan cokelat lewat daring karena berpotensi kontak dengan pengantar atau setidaknya pada kemasan. Satu lagi kondisi yang terjadi di awal pandemi tahun lalu adalah ketika sebagian besar orang kembali ke dapur untuk memasak.

Artinya, menurut Ermey, masih ada peluang buat Dapur Cokelat untuk menjual adonan premix. "Pelanggan merasa aman karena memasak sendiri di rumah dan kami tetap menjual bahan bakunya. Itu yang membuat kami bisa bertahan," ucap Ermey. Selama ini Dapur Cokelat memang tidak menjual adonan tersebut karena untuk dipasok ke toko-toko di luar Jakarta.

Ternyata pelanggan menyambut penjualan adonan premix. Ermey sampai "turun gunung" mendemonstrasikan bagaimana cara membuat kue ala Dapur Cokelat dengan menggunakan tepung premix. "Ini sangat laku sampai kapasitas produksi kami tidak memenuhi," ujarnya.

Pandemi Covid-19 dan dunia digital memaksa manajemen Dapur Cokelat untuk mengembangkan produknya. "Kuncinya adalah mau belajar dan inovasi," ujar Ermey. Dapur Cokelat masuk ke ranah digital dan kini sudah tersedia di marketplace atau layanan belanja online. Konsekuensinya, menurut Ermey, mereka harus menyediakan produk tanpa peduli di mana pelanggannya. "Artinya, ke Papua pun harus bisa sampai."

Baca juga:
Cara Kedai Kopi Bertahan Selama Pandemi: Modifikasi Kemasan dan Nego PLN

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus