Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan atau Kemenkeu mengungkap dana bagi hasil atau DBH yang direalisasikan ke Kabupaten Kepulauan Meranti. Penyataan tersebut disampaikan menyusul bupati Meranti menilai mendapatkan DBH yang jumlahnya kecil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nilai salah satu jenis dana transfer ke daerah (TKD) itu, menurut Kemenkeu, hingga saat ini 2022 Rp 208 miliar. “Seharusnya Rp 198 miliar, jadi total realisasi pembayarannya sebesar 100,14 persen (ke Kepulauan Meranti),” ujar Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Lucky Alfirman, dalam konferensi pers di Kemenkeu, Jakarta Pusat pada Jumat, 16 Desember 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sedangkan realiasasi DBH secara nasional yang sudah ditransfer nilainya Rp 118,8 triliun, baru 84 persen dari target yang nilainya Rp 140,4 triliun. Adapun nilai TKD secara keseluruhan Kemenkeu mengalokasikan Rp 804 triliun, dan akan naik menjadi Rp 814 triliun pada tahun 2022.
Lucky juga membeberkan bahwa TKD itu bukan hanya berasal dari DBH. Karena di dalamnya banyak sekali instrumennya, sellain DBH, ada dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK) yang terdiri dari fisik dan nonfisik, yang spesial ada otonomi khusus, dana desa, insentif fiskal. “Jadi dalam satu kelompok TKD sendiri kita banyak istrumen,” ucap dia.
Dukungan pemerintah pusat kepada daerah, disebut Lucky tidak hanya sampai di situ. Lainnya ada belanja pemerintah pusat di daerah yang bentuknya cukup banyak. Dia mencontohkan pembangunan infrastruktur yang dilakukan Kementerian PUPR, ada perlindungan sosial seperti bantuan langsung tunai (BLT) dan prgram keluarga harapan (PKH).
Anggaran tersebut tidak tercantum dalam TKD, tapi sumbernya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional atau APBN. “Itu semua yang menikmatinya adalah masyrakat daerah. Enggak kalah ada juga subsidi BBM, listrik, dan pupuk, itu anggarannya ada di APBN,” tutur Lucky.
Selanjutnya: Selain TKD, ada kompenen besar lainnya yang dibelanjakan untuk masyarakat ...
Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Ditjen Anggaran Kemenkeu, Putut Hari Satyaka, menambahkan, selain TKD, ada kompenen besar lainnya yang dibelanjakan untuk masyarakat di daerah yaitu belanja kementerian dan lembaga, serta subsidi.
Menurut dia belanja besar tersebut mayoritas untuk masyarakat di daerah, termasuk Jakarta, Yogyakarta, Surakarta, dan lainnya. Putut mencontohkan, belanja kesehatan—Kementerian Kesehatan—yang pada 2023 nilainya Rp 118 triliun. Namun porsi terbesarnya untuk penerima bantuan iuran (PBI) BPJS sebanyak 96,8 juta orang, jumlahnya Rp 46,5 triliun.
“Itu sudah bertahun-tahun kita berikan, itu yang menikmati juga masyarakat di daerah manapun, termasuk di Meranti juga msayarakatnya menikmati PBI untuk BPJS tersebut,” ucap dia.
Selain itu, dengan transformasi kesehatan, Kemenkes membangun jejaring rumah sakit agar penanganan penyakit bisa langsung ditangani di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Bantuan juga diberikan kepada RSUD, yang menjadi bentuk pembanguan rumah sakit.
Belum lagi, kata Putut, untuk perlindungan sosial program dari Kementerian Sosial, ada program keluarga harapan (PKH) yang nilainya Rp 28 triuliun, kartu sembako Rp 45 triliun, lainnya ada BLT minyak goreng dan BBM. “Semuanya adalah untuk masyarakat daerah.”
Putut juga menuturkan, masyarakat daerah juga menikmati belanja kementerian dan lembaga, seperti dari Kementerian PUPR dengan belanja infrastrukturnya. Belanja tersebut dikeluarkan pemerintah pusat, tapi sesuai kewenangannya PUPR atau Kemenhub. “Seperti jalan negara, rel kereta, tapi yang menikmati daerah,” kata dia.
Selanjutnya: Dengan infrastruktur, ada peningkatan konektivitas sehingga ...
Dengan infrastruktur tersebut, Putut berujar, ada peningkatan konektivitas sehingga membangun perekonomian daerah yang dinikmati masyarakat daerah. Pemerintah daerah, kata dia, juga bisa memanfaatkan hal itu dengan mengkombinasikan dengan belanja dari TAD misalnya DAK untuk pembangunan jalan provinsi, kabupaten atau kota.
“Seharusnya sudah bisa dikonekskan, oh ada jalan negara, jalan provinsi, dan kabupaten atau kota, itu mebutuhkan partisipasi aktif dari pemerintah daerah, karena itulah esensi desentralisasi,” tutur Putut.
Sebelumnya, Bupati Kepualauan Meranti Muhammad Adil menilai Kemenkeu telah mengeruk keuntungan dari eksploitasi minyak di daerah yang dia pimpin. Dia menyampaikan itu dalam rapat koordinasi Pengelolaan Pendapatan Belanja Daerah se-Indonesia di Pekanbaru dan videonya viral di media sosial.
Adil menyatakan kecewa kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Kemenkeu Lucky Alfirman. Pada sesi tanya jawab, Adil mempertanyakan ihwal DBH minyak di Kepulauan Meranti kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kemenkeu.
"Ini orang keuangan isinya iblis atau setan. Jangan diambil lagi minyak di Meranti itu. Gak apa-apa, kami juga masih bisa makan. Daripada uang kami dihisap oleh pusat," ujar Adil dalam sebuah video berdurasi 1 menit 55 detik beredar di media sosial.
Menurut Adil, wilayah yang dia pimpin adalah daerah miskin yang seharusnya menjadi prioritas pemerintah pusat. Ia juga mengeluhkan pemerintah daerah yang tak bisa leluasa bergerak membangun di daerah dan memperbaiki hajat hidup orang banyak karena sumber daya alamnya disedot oleh pemerintah pusat.
“Bagaimana kami mau membangun rumah, bagaimana kami mengangkat orang miskin, nelayannya, petaninya, buruhnya” kata Adil.
Baca: Kemendagri Undang Bupati Meranti Ketemu Kemenkeu soal DBH: Tidak Ada Dusta
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini