Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Kontribusi ekspor produk sawit mentah hanya 9,2 persen pada tahun ini.
Produk hilir sawit sudah mencapai 168 jenis pada 2020.
Larangan ekspor CPO akan membuat harga tandan buah segar petani naik.
JAKARTA - Harapan Presiden Joko Widodo untuk mengurangi ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dinilai sudah terealisasi sejak beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), porsi ekspor minyak sawit mentah pada 2020 hanya 21,9 persen dari total ekspor semua jenis produk sawit. Selebihnya, sawit diekspor dalam bentuk turunan, seperti oleokimia, biodiesel, atau produk hasil rafinasi CPO lainnya.
Sekretaris Jenderal Gapki, Eddy Martono, mengatakan, pada 2020, ekspor CPO dan minyak inti sawit mentah (CPKO) masing-masing sebanyak 7.171 juta ton dan 301 juta ton. Dengan demikian, porsi ekspor produk sawit mentah hanya 21,9 persen dari total ekspor produk sawit yang sebanyak 34.007 juta ton pada 2020. Adapun per Agustus 2021, ekspor CPO dan CPKO sebanyak 2.022 juta ton dan 42 juta ton atau sekitar 9,27 persen dari total ekspor produk sawit yang sebanyak 22.793 juta ton.
"Karena selama ini kami sudah mengekspor produk turunan CPO dalam jumlah besar, larangan ekspor sawit mentah tidak menjadi masalah bagi kami," ujar Eddy kepada Tempo, kemarin.
Pekerja mengangkut tandan buah segar sawit di Kabupaten Siak, Riau. ANTARA/F.B. Anggoro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menambahkan, potensi Indonesia digugat ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) karena melarang ekspor minyak sawit mentah kecil. Pasalnya, saat ini permintaan dunia terhadap sawit lebih banyak dalam bentuk produk turunan, terutama untuk industri makanan. "Perusahaan di dalam negeri seharusnya tidak masalah dengan larangan ini karena konsumen (CPO) di luar pun sedikit," Eddy menyebutkan.
Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia, Bernard Riedo, menimpali, larangan ekspor CPO sejalan dengan program pemerintah yang mendorong penghiliran industri. Program ini bertujuan menghasilkan produk bernilai tambah untuk tujuan ekspor sehingga bisa memberikan devisa yang lebih tinggi. "Kapasitas industri dalam negeri sudah siap memproses CPO menjadi produk turunan. Saat ini pun 80 persen produk ekspor sudah dalam bentuk produk turunan,” kata Bernard.
Koordinator Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, berujar produk hilir CPO yang paling banyak diekspor adalah biofuel dan produk olein lainnya, seperti minyak masak, minyak goreng, dan minyak salad. Namun produk itu pun menemui banyak hambatan di pasar internasional, seperti Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa, karena berkompetisi dengan biofuel serta produk olein yang bersumber dari jagung, kedelai, atau komoditas lainnya.
Shinta menilai potensi pasar produk hilir sawit masih sangat besar, seperti untuk ekspor sabun, cocoa butter, dan kosmetik. Selain itu, produk hilir yang sangat besar permintaannya di pasar global adalah asam amino, vitamin A dan E, karoten, single cell protein, lipase, serta turunan fatty acid untuk industri makanan, kesehatan, dan kecantikan.
"Nilai investasi penghiliran sangat tergantung pada kompleksitas pengolahan dan produk yang ingin dihasilkan. Semakin rumit proses pengolahannya, semakin tinggi nilai investasi yang dibutuhkan," tutur Shinta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bongkar-muat minyak sawit mentah (CPO) di Pelabuhan Cilincing, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Juru bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri, mengatakan keberhasilan penghiliran sudah terlihat dari rasio ekspor produk hilir yang lebih besar daripada produk sawit mentah, yaitu 88:12, pada 2020. Menurut dia, indikator keberhasilan penghiliran juga ditunjukkan pada jumlah jenis produk hilir yang mencapai 168 jenis pada 2020, meningkat dari 54 jenis pada 2011.
Febri mengutarakan, aneka jenis produk hilir sawit itu banyak digunakan untuk keperluan pangan atau nutraseutikal, oleokimia, bahan bakar, biodiesel nabati, biomassa, pakan, hingga biomaterial untuk mensubstitusi material berbasis petrokimia. Berdasarkan peta jalan pengembangan industri hilir kelapa sawit yang diatur oleh Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 13 Tahun 2010, rasio antara volume ekspor produk hilir dan bahan baku ditargetkan minimal 80:20.
"Dengan demikian, penghiliran industri sawit pada 2020 telah mencapai target," ujar Febri.
Saat ini, investasi baru dan perluasan di sektor industri oleofood, oleokimia, dan biofuel telah berkembang dengan nilai investasi yang beragam. Menurut dia, peningkatan investasi didorong kebijakan kemudahan investasi dan pengamanan bahan baku CPO/CPKO di dalam negeri, kebijakan harga gas industri, serta insentif perpajakan.
Ia mencontohkan investasi Unilever Oleochemical Indonesia di Kawasan Industri Sei Mangkei, Sumatera Utara. Perusahaan tersebut pada 2012-2020 telah membangun pabrik olekimia senilai Rp 2,5 triliun menggunakan CPKO dari PT Perkebunan Nusantara III. "Pada akhir 2024, total investasi Unilever di Sei Mangkei akan mencapai lebih dari Rp 5 triliun, yang menghasilkan produk personal wash untuk diekspor ke berbagai negara," tutur Febri.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, Gulat Medali Emas Manurung, berujar larangan ekspor CPO akan membuat harga tandan buah segar petani naik. Menurut dia, apabila pasokan CPO berkurang, harganya akan terdongkrak dan penghiliran di dalam negeri meningkat. Ia menyatakan implementasi mandatori B30 dan energi hijau juga membuat harga CPO naik.
"Kalau penghiliran sampai ke produk akhir ditingkatkan, pasti dunia akan semakin bergantung pada sawit Indonesia."
Perihal penghiliran produk sawit, Gulat meminta pemerintah mengantisipasi kenaikan harga pupuk, pestisida, herbisida, serta alat dan mesin pertanian. Ia berharap badan usaha milik negara yang memproduksi pupuk dan bahan kimia ikut menjaga stabilitas harga. Pemerintah juga diminta mewaspadai kampanye negatif sawit di pasar global.
LARISSA HUDA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo