Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengkritik pemerintah yang bermimpi ingin mengembangkan kendaraan listrik sendiri. Dia menyarankan yang perlu dikembangkan dengan kecepatan tinggi seharusnya adalah energi terbarukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satunya, menurut Faisal, adalah listrik energi surya. Pengembangan energi matahari di Indonesia masih sangat kecil. “China getol mengembangkan energi listrik, energi suryanya juga berkembang pesat (254.355 MW), paling pesat di dunia,” ujar dia dalam diskusi daring pada Minggu, 21 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemudian negara dengan pengembangan energi surya paling pesat kedua adalah Amerika Serikat (75.572 MW), Jepang (67.000 MW), lalu Jerman (53.783 MW). “Tapi tengok Indonesia, hanya kecil, kalah dengan Kamboja, Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam. Vietnam kembangkan mobil listrik, kembangkan surya juga,” kata Faisal.
Faisal menilai di Indonesia cukup parah, karena pengembangan energi surya masih tapi sudah ingin mengembangkan mobil listrik. Seharusnya, kata dia, yang menjadi sumber masalah diselesaikan lebih dulu, yaitu fokus pada energi terbarukan.
“Jadi kesimpulannya, ini mensubsidi rakyat untuk memperoleh mobil listrik atau mensubsidi pengusaha agar untungnya banyak. Sudah beruntung mereka tapi untungnya kurang banyak. Inilah ketamakan para oligarki itu,” tutur Faisal.
Selain itu, dia juga menyarankan seharusnya pemerintah fokus terlebih dulu pada pengembangan aksesibilitas kendaraan listrik daripada subsidi kendaraan listrik. “Seperti memperbanyak Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) terutama di luar ibu kota,” ujar dia.
Selanjutnya: Insentif kendaraan listrik karena ada kepentingan pejabat
Faisal menjelaskan inisiatif itu akan lebih meningkatkan minat terhadap kendaraan listrik, daripada hanya sekadar memberikan subsidi untuk pembelian ataupun konversi kendaraan listrik. Karena, kata dia, negara-negara lain, lebih mengutamakan aksesibilitas mobil listriknya.
“Jadi negara ikut campur menyediakan infrastruktur untuk charging. Itu yang oke. Masalahnya di sini isi bensin gampang, charging mobil susah. Itu yang perlu dibenahi,” ucap Faisal.
Selain itu, pemerintah juga seharusnya memberikan kemudahan bagi pemilik kendaraan listrik. Faisal mencontohkan, misalnya seperti meniadakan berlakunya kebijakan ganjil-genap untuk mobil listrik.
Dia pun mengaku pesimistis pemerintah akan memberikan kebijakan-kebijakan tersebut. Karena, Faisal berujar, hal itu tidak menguntungkan. Dia juga menilai kebijakan subsidi kendaraan listrik dilakukan karena ada kepentingan pejabat.
“Kalau kebijakan-kebijakan itu, Moeldoko (Kepala Staf Kepresidenan) dan Luhut Binsar Panjaitan (Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi) dapat apa? Kan nggak dapat apa-apa. Listriknya PLN yang menyediakan, ini saya sudah pernah bilang sebelumnya ini bisnis rente,” kata Faisal.
Seperti diketahui dua orang yang disebutkan Faisal memiliki kaitan dengan bisnis kendaraan listrik. Di mana Moeldoko merupakan Ketua Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo), sedamgkan Luhut Binsar Pandjaitan memiliki Electrum—perusahaan patungan GOTO dan PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) yang bergerak di bidang motor listrik.
Pilihan Editor: Faisal Basri Cerita Pernah ke Rumah Luhut Binsar Pandjaitan Ingatkan soal Konflik Kepentingan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.