Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tak Cukup Menopang Program Susu Gratis Prabowo Subianto

Program makan bergizi gratis Prabowo Subianto bakal mengandalkan impor susu pada tahun pertama. Kapasitas domestik minim.

27 Agustus 2024 | 00.00 WIB

Pekerja peternakan memerah sapi di kawasan Mampang, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Pekerja peternakan memerah sapi di kawasan Mampang, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Bagi-bagi susu lewat program makan bergizi gratis presiden terpilih Prabowo Subianto berisiko bertumpu pada impor bahan baku. Sebab, kapasitas peternak sapi perah lokal belum mumpuni.

  • Susu segar dari peternakan di dalam negeri cuma bisa menutupi 20 persen kebutuhan bahan baku sepanjang 2023. Saat itu kapasitas produksi industri pengolahan susu mencapai 4,64 juta ton.

  • Ketua Dewan Pakar PPSKI Rochadi Tawaf mengatakan program bagi-bagi susu gratis ini merupakan momentum untuk menghidupkan lagi peternakan sapi perah.

BAGI-bagi susu lewat program makan bergizi gratis presiden terpilih Prabowo Subianto berisiko bertumpu pada impor bahan baku. Sebab, kapasitas peternak sapi perah lokal belum mumpuni.

Minimnya bahan baku di dalam negeri tampak dari data Kementerian Perindustrian. Pada 24 Mei 2024, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Andika menyatakan susu segar dari peternakan di dalam negeri cuma bisa menutupi 20 persen kebutuhan bahan baku sepanjang 2023. Saat itu kapasitas produksi industri pengolahan susu mencapai 4,64 juta ton.

Putu mencatat, produksi susu segar di dalam negeri hanya tumbuh rata-rata 1 persen dalam enam tahun terakhir. "Sehingga tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu yang tumbuh rata-rata 5,3 persen," ujarnya.

Akar masalahnya adalah populasi sapi perah yang rendah. Kementerian Perindustrian mencatat jumlahnya hanya 592 ribu ekor sapi perah pada 2023. Produktivitasnya pun rendah, hanya 8-12 liter per ekor per hari. "Pengembangan produksi susu segar juga dihadapkan pada terbatasnya lahan untuk kandang dan pakan hijauan," katanya.

Data tersebut diamini oleh Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia Agus Warsito. Dia menyebutkan populasi sapi perah berada di kisaran 500 ribu ekor saat ini dengan produktivitas 8-12 liter per ekor per hari. "Sekarang kemampuan kita untuk mencukupi kebutuhan susu segar nasional mungkin sudah kurang dari 20 persen," ujarnya kepada Tempo, kemarin.

Merujuk pada data Badan Pusat Statistik, populasi sapi perah stagnan di kisaran 500 ribu ekor dalam enam tahun terakhir. Agus mengatakan kebanyakan dimiliki oleh peternak rakyat yang masing-masing hanya mengurus 2-3 ekor. Padahal idealnya satu peternak minimal merawat 8-10 ekor untuk mencapai keekonomian. Lantaran keuntungannya tidak menggiurkan, jumlah peminat ternak sapi perah pun turun. Kondisi ini juga tidak memungkinkan peternak mendapat bantuan modal untuk mengembangkan bisnis dari perbankan.

Selain itu, Agus menilai tak ada dukungan dari pemerintah. Industri bebas mengimpor bahan baku tanpa harus menyerap produksi dalam negeri. Sebelum 1997, pemerintah punya ketentuan mewajibkan pengusaha menyerap susu segar domestik sebelum melakukan impor. "Kalau tidak begitu, izin impor tidak keluar," ujarnya. Sebelum kebijakan tersebut dicabut, Agus mengatakan produksi susu segar nasional cukup menyuplai 45 persen kebutuhan bahan baku industri. 

Untuk mendukung program makan bergizi gratis, Agus mengatakan perlu ada impor indukan sapi perah. Asosiasi bersama Kementerian Pertanian sudah berembuk mengestimasi jumlahnya. "Kemarin sempat dihitung-hitung, kita butuh sampai 2 juta ekor indukan sapi perah untuk bisa memenuhi kebutuhan program susu gratis plus tidak mengganggu pasar reguler yang sudah ada," katanya. Sumbernya bisa dari Australia dan Selandia Baru.

Meski belum ditentukan, jumlah penerima makan bergizi gratis berdasarkan data dari tim Prabowo sebanyak 82,9 juta siswa. Untuk 2025, anggaran yang disiapkan untuk program ini mencapai Rp 71 triliun. 

Jika impor terealisasi, Agus mengatakan pasokan susu segar tak serta-merta bertambah. Nantinya sapi bunting yang didatangkan ke Indonesia. Artinya, peternak harus menunggu 3-5 bulan hingga sapi tersebut beranak dan menghasilkan susu. 

Sejumlah siswa mendapatkan susu sapi murni gratis di SD Negeri 1 Sudagaran, Banyumas, Jawa Tengah, 5 Agustus 2024. ANTARA/Idhad Zakaria

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Robi Agustiar pun mendengar rencana impor sapi perah tersebut. Dia berharap pemerintah merancang program ini dengan baik, dari menentukan lokasi peternakan hingga pengelolanya. Pasalnya, beternak sapi perah sedikit lebih rumit dibanding sapi potong lantaran harus memastikan pakan rumput hijau lebih banyak yang berarti membutuhkan lahan luas. Selain itu, sapi harus diperah 2-3 kali sehari sehingga butuh tenaga kerja yang berpengalaman mengurus sapi perah dan memastikan bisa menjaga kebersihan produknya. Tantangan lainnya adalah rantai pasok dingin untuk menyimpan susu tersebut hingga siap didistribusikan ke industri pengolahan.

"Kekhawatiran terbesar kita adalah situasi penyakit mulut dan kuku yang masih belum reda," kata Robi. Dia mempertanyakan komitmen pemerintah menyediakan vaksin gratis bagi peternak pada tahun depan. 

Ketua Dewan Pakar PPSKI Rochadi Tawaf mengatakan program bagi-bagi susu gratis ini merupakan momentum untuk menghidupkan lagi peternakan sapi perah. Industri yang satu ini punya potensi besar. Tanpa ada tambahan permintaan susu untuk program makan bergizi gratis saja, ada kebutuhan bahan baku industri sebesar 80 persen yang masih mengandalkan impor.

Pada tahun-tahun awal program makan bergizi gratis ini, Rochadi mengatakan impor bahan baku susu tak terhindarkan. Namun dia berharap pemerintah juga secara paralel meningkatkan kapasitas produksi susu segar nasional. "Nanti yang kaya peternak luar negeri, padahal programnya ada di kita," katanya.  

Pemerintah sudah memastikan bakal ada impor sapi perah untuk mendukung program bagi-bagi susu gratis ini. Menurut Wakil Menteri Pertanian Sudaryono, kebutuhannya mencapai 1,3 juta ekor sapi.

Pemerintah bakal menggandeng pengusaha lokal untuk berperan sebagai importir sapi. Sudaryono berjanji bahwa pemerintah akan membantu mempermudah perizinan mereka. "Dengan adanya kebutuhan yang besar ini menjadi daya tarik bagi pengusaha untuk mendatangkan sapi," katanya.

Tempo berupaya meminta konfirmasi kepada anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Drajad Hari Wibowo, mengenai strategi pemenuhan susu untuk program makan bergizi gratis. Namun ia enggan berkomentar. "Sekarang sudah ada Kepala Badan Gizi," dia beralasan. 

Pemerintah baru saja membentuk Badan Gizi Nasional yang bakal bertugas menjalankan program makan bergizi gratis. Institusi ini dipimpin oleh Dadan Hindayana yang menyatakan program unggulan Prabowo Subianto tersebut bakal siap diimplementasikan pada 2 Januari 2025. Tempo berupaya menghubungi Dadan, tapi tidak direspons hingga berita ini ditulis. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Cicilia Ocha berkontribusi dala penulisan artikel ini

Vindry Florentin

Vindry Florentin

Lulus dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran tahun 2015 dan bergabung dengan Tempo di tahun yang sama. Kini meliput isu seputar ekonomi dan bisnis. Salah satu host siniar Jelasin Dong! di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus