Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Industri Sedot 37 Persen Energi Nasional, Ini Kebijakan Kemenperin Menuju Nol Emisi Karbon

Analis Kebijakan Madya Pusat Industri Hijau Kemenperin, Sri Gadis Paribekti mengungkapkan hampir 37 persen energi nasional dikonsumsi oleh sektor industri.

20 Oktober 2022 | 14.31 WIB

Presiden Joko Widodo saat menghadiri Peluncuran Kolaborasi Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik di SPBU MT Haryono, Jakarta, Selasa, 22 Februari 2022. Selain itu, Jokowi juga menargetkan emisi karbon berada di angka nol (net zero carbon) pada tahun 2060 mendatang juga dapat terwujud. Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden
Perbesar
Presiden Joko Widodo saat menghadiri Peluncuran Kolaborasi Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik di SPBU MT Haryono, Jakarta, Selasa, 22 Februari 2022. Selain itu, Jokowi juga menargetkan emisi karbon berada di angka nol (net zero carbon) pada tahun 2060 mendatang juga dapat terwujud. Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta -Analis Kebijakan Madya Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Sri Gadis Paribekti mengungkapkan hampir 37 persen energi nasional dikonsumsi oleh sektor industri. Sejak 2019, Kemenperin mencatat konsumsi energi itu mencapai 2,4 terajoule (TJ).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Alhasil, pemerintah perlu berperan dalam mengatur sektor industri demi tercapainya target nol emisi karbon pada 2060. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Dalam mendukung target nol emisi, hal pertama kami yang akan lakukan adalah konservasi energi sebelum nantinya bertransisi ke EBT (energi baru terbarukan)," ujarnya dalam acara acara virtual Tempo Energy Day 2022 bertajuk Landscape Industri Menuju NZE pada Kamis, 20 Oktober 2022. 

Sri mengatakan melalui konservasi tersebut, pemerintah akan mengkaji bagaimana mendukung efisiensi energi. Ada delapan subsektor konservasi yang diutamakan oleh Kemenperin, yaitu industri semen, pupuk, kertas, kaca, kimia, tekstil, makanan, dan minuman. 

Beberapa kegiatan lainnya yang dilaksanakan Kemenperin adalah program restrukturisasi, seperti dalam industri tekstil, alas kaki, dan gula. Dengan teknologi baru yang ramah lingkungan, kata dia, itu akan mengurangi penggunaan emisi karbon. 

Kemenperin juga mengembangkan sistem informasi industri nasional (Sinas) yang berfungsi menghimpun seluruh informasi penting terkait perindustrian. Sinas memungkinkan pemerintah memantau energi yang dikonsumsi maupun yang dikeluarkan oleh industri. 

Di samping itu, Kemenperin juga akan meningkatkan kapasitas terkait sistem manajemen energi berbasis ISO 5001. Strategi lainnya adalah menunjang ketenagalistrikan nasional, seperti melalui pengembangan mobil listrik maupun komponen-komponen pendukungnya. Pengembangan peta jalan pengembangan industri kendaraan bermotor atau Kendaraan listrik berbahan bakar baterai (KBLBB) juga tengah digalakkan.

Sri berujar kini beberapa industri pun sudah menggunakan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS di atapnya. Untuk sektor pertanian atau agro, menurut Sri, hampir semua sudah menggunakan energi biomass. Selanjutnya, Kemenperin akan mendorong industri menggunakan bahan bakar nabati B30, B100 hingga dimungkinkan tercapainya target nol emisi karbon pada 2060. 

Ketua Komite Tetap Energi Baru Terbarukan, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Muhammad Yusrizki mengatakan sektor industri hampir memakan energi sebanyak 40 persen dari energi nasional. Namun, energi yang dikonsumsi oleh industri, 80 persen berupa fosil dan hanya 20 persen berbentuk energi kelistrikan. 

Yusrizki menjelaskan 80 persen energi yang digunakan itu dalam bentuk heat atau thermal. Sumber berasal dari gas, batu bara, dan diesel. Sehingga, ia menilai seharusnya Kemenperin punya level yang sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam membicarakan transisi energi. 

Ia mengungkapkan selama ini pembicaraan mengenai transisi energi masih didominasi oleh sektor kelistrikan. Padahal, menurutnya ada tugas yang sama besarnya yakni dekarbonisasi industri. Ia merujuk pada Nationally Determined Contribution atau NDC. Dalam NDC, kata dia, kita yang bisa melihat lebih banyak diskusi dekarbonisasi sektor power atau sektor kelistrikan dibandingkan dekarbonisasi industri.

"Artinya perhatian kita terhadap dekarbonisasi industri ini harus lebih ditingkatkan," ucapnya. Karena, emisi yang dihasilkan industri itu salah satu yang terbesar. Ia bahkan memperkirakan totalnya sebanyak 30 persen dari emisi yang ada di global. 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Riani Sanusi Putri

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus