Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengimbau para pengusaha untuk membayarkan tunjangan hari raya (THR) paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“THR Keagamaan wajib dibayarkan oleh pengusaha paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan,” bunyi poin ke-2 SE Menaker tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lalu, Bolehkah Perusahaan Tak Membayar THR Karyawan?
Melansir surat edaran yang sama, Kemnaker menyebut pemberian THR merupakan kewajiban pengusaha yang harus dibayarkan secara penuh atau tidak boleh dicicil kepada pekerja/buruh.
“THR Keagamaan wajib dibayarkan oleh pengusaha secara penuh dan tidak boleh dicicil,” bunyi poin ke-7 SE Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024.
Adapun penerima THR adalah pekerja/buruh yang telah memiliki masa kerja 1 bulan secara terus-menerus atau lebih dan pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) alias karyawan tetap atau perjanjian kerja waktu (PKWT) alias karyawan kontrak.
Tak hanya itu, pemberian THR juga dilakukan kepada pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas atau freelance. Kemudian, pekerja/buruh yang upahnya ditetapkan berdasarkan satuan hasil.
“Bagi pekerja/buruh yang upahnya ditetapkan berdasarkan satuan hasil, maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan,” tulis poin ke-7 SE Menaker tersebut.
Selain itu, mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, THR juga diberikan kepada pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWTT dan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) terhitung sejak 30 hari sebelum hari raya keagamaan. Namun, ketentuan tersebut tidak berlaku bagi karyawan kontrak.
“Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu,” bunyi Pasal 7 ayat (3) Permenaker tersebut.
Bagi pekerja/buruh yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut, juga berhak atas THR pada perusahaan yang baru, apabila dari perusahaan yang lama belum memberikan THR.
Sanksi Perusahaan Tak Bayar THR
Bagi pengusaha yang terlambat membayar THR akan dikenai denda sebesar 5 persen dari total THR yang wajib dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar, yaitu H-7 sebelum hari raya keagamaan.
“Pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR keagamaan kepada pekerja/buruh,” tulis Pasal 10 ayat (2) Permenaker Nomor 6 Tahun 2016.
Sementara bagi pengusaha yang tidak membayar THR akan dijatuhi sanksi administratif. Ketentuan itu diatur pada Pasal 79 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, dan pembekuan kegiatan usaha.
“Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap,” bunyi Pasal 79 ayat (2) beleid tersebut.
MELYNDA DWI PUSPITA