Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Dalam sepekan terakhir sejumlah petani menjual langsung sayur ke konsumen akibat jebloknya harga komoditas itu belakangan ini. "Kami ada terobosan belanja langsung ke kebun, langsung dipanen langsung dikemas, lalu disalurkan,” ujar Ketua Asosiasi Pasar Tani Sabilulungan Kabupaten Bandung Titi Rumsiti ketika dihubungi Tempo, Rabu, 26 Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anjloknya harga sayuran di tingkat petani, menurut Titi, tak lepas dari dampak kasus Covid-19 yakni menurunnya konsumsi yang hingga kini belum teratasi. Komoditas sayur dari petani banyak yang ditolak barangnya di pasar induk gara-gara ketidakpastian pembelian konsumen. “Pasar induk gak mau spekulasi,” ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akibat pasokan tertahan di petani, harga pembelian sayuran langsung terjun bebas, bisa mencapai Rp 3.000 per kilogram tergantung jenisnya. “Hampir semua komoditas sayuran lagi hancur,” kata Titi.
Titi mencontohkan, harga kol dan sawi di kebun hanya Rp 500 sampai Rp 1.000 per kilogram, labu acar harganya Rp 500-800 per kilogram, hingga tomat dibanderol Rp 500 per kilogram dari tangan petani.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah Kabupaten Bandung sempat menggelar donasi sayuran bagi korban Covid-19. Petani diminta menyediakan paket sayuran dalam kemasan, yang selanjutnya dibeli seharga Rp 10 ribu untuk disalurkan pada korban terdampak pandemi.
“Awalnya ASN di lingkungan pemda Kabupaten Bandung ditawari siapa yang mau beli paket ini untuk sedekah,” kata Titi.
Titi mengatakan, ide tersebut kemudian dikembangkan dengan mencoba menjual paket sayuran serupa langsung pada konsumen. Konsumen memesan via nomor WhatsApp, lalu barangnya dikirimkan di titik antar pada keesokan harinya.
“Petani diuntungkan karena kita beli lebih mahal, di atas harga sekarang. Misalnya tomat Rp 500, kita beli ke petani Rp 1.500. Jadi komunitas gak ambil keuntungan,” kata Titi.
Titi menjelaskan, ide tersebut dicoba sepekan ini dengan menggalang 10 kelompok tani di Pangalengan, Kabupaten Bandung. Komunitasnya mengumpulkan pesanan, dan langsung di setor ke petani. Petani pun langsung memanen sesuai dengan pesanan, sekaligus di kemas dalam satu paket untuk tiap pesanan.
Adapun paket sayuran yang dijual seharga Rp 15 ribu berisi kol 1 butir, sawi 2 biji, wortel setengah kilogram, tomat 1 kilo, jagung muda 2 bongkol, cabe rawit 100 gram, tambah lemon California 3 biji. Paket sayuran dalam kemasan itu dikirimkan menggunakan mobil boks ke titik poin yang sudah disepakati. “Karena tidak mungkin diantar ke setiap rumah,” kata Titi.
Sejak di tawarkan di media sosial, kata Titi, pesanan membeludak. “Kemarin sampai 2 ribu paket, langsung close order. Kita sanggupnya hanya 800 paket."
Program itu baru menggalang 1 lokasi kelompok-kelompok tani. Di Pangalengan misalnya, komunitasnya melibatkan 10 kelompok tani yang di dalamnya terdapat hampir 50 petani sayur. “Ini baru uji coba. Tapi Alhamdulillah responnya bagus,” kata dia.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat M Arifin Soendjayana mengatakan, pantauan harga komoditas untuk sayur-sayuran terhitung normal. “Pantauan harga di pasar normal,” kata dia, saat dihubungi Tempo.
Produksi sayuran juga dilaporkan relatif normal, namun serapan pasar yang melemah. “Analisa tim ahli pangan itu selama pandemi harga di pasar cenderung stabil, memang ada komoditas sayuran yang harganya turun, tapi tidak ekstrim. Kenapa, karena daya beli berkurang. Memang volume serapannya ada pengurangan,” tuturnya.
Lebih jauh Arifin mengatakan, Gubernur Jawa Barat juga sudah meminta untuk memeriksa distribusi komoditas pangan, sayuran salah satunya. “Gubernur meminta agar memaksimalkan Tani Hub, sebagai salah satu channel distribusi. Selama ini baru sedikit yang memanfaatkan,” ucapnya.