Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kasus Impor Sampah Ilegal, Direktur Perusahaan Ini Mengadu ke DPR

Direktur Advance Recycle mengadu kepada DPR tentang perusahaannya yang terjerat kasus impor sampah ilegal.

15 Juli 2020 | 21.43 WIB

Seorang warga memilah tumpukan sampah plastik impor sekitar rumahnya di Desa Bangun di Mojokerto, Jawa Timur, 19 Juni 2019. Awal Juli 2019, Bea Cukai Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, menemukan delapan kontainer berisi kertas bekas (waste paper) yang terkontaminasi sampah rumah tangga dan sampah spesifik atau limbah berbahaya dan beracun (B3) dari Australia. ANTARA FOTO/Zabur Karuru
material-symbols:fullscreenPerbesar
Seorang warga memilah tumpukan sampah plastik impor sekitar rumahnya di Desa Bangun di Mojokerto, Jawa Timur, 19 Juni 2019. Awal Juli 2019, Bea Cukai Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, menemukan delapan kontainer berisi kertas bekas (waste paper) yang terkontaminasi sampah rumah tangga dan sampah spesifik atau limbah berbahaya dan beracun (B3) dari Australia. ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Keuangan PT Advance Recycle Technology Siska menangis dalam rapat dengan anggota Komisi Lingkungan Hidup DPR, Rabu, 15 Juli 2020. Dia menanyakan perihal perusahaannya yang belum kembali melakukan kegiatan produksi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Sudah satu tahun perusahannya tidak bisa beroperasi seperti normal. "Apakah tidak ada pintu pengampuan buat Advance Recycle ini yang baru berdiri?" kata Siska dalam rapat dengar pendapat di Gedung DPR, Rabu, 15 Juli 2020. Rapat ini menghadirkan 16 importir bahan baku sampah plastik dan kertas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Advance Recycle tak lain adalah perusahaan yang terjerat kasus impor sampah ilegal scrap plastik yang terkontaminasi Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Kasus yang menimpa Advance Recycle bermula pada Juni 2020.

Saat itu, Direktorat Bea Cukai Kementerian Keuangan menemukan adanya 24 kontainer tidak lazim di Kawasan Berikat Tangerang, Banten. Kontariner masuk tanpa Persetujuan Impor (PI) dari Kementerian Perdagangan.

Penemuan ini dilaporkan ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK. Hasilnya, dua orang ditetapkan sebagai tersangka. Pertama LSQ sebagai komisaris Advance Recycle dan KWL sebagai direktur. Keduanya adalah warga negara Singapura.

Hampir satu tahun sudah kasus ini terjadi dan sudah naik ke Kejaksaan Agung. Tapi, kata Siska, belum ada kejelasan soal nasib produksi di perusahaannya. Proses produksi menang dihentikan sementara sampai kasus ini selesai.

Walhasil, Siska mengatakan perusahaannya kini tak lagi menuai penghasilan. Tapi, kata dia, perusahaan tetap berupaya mempertahankan para pegawai mereka. "Untuk orang-orang yang masih membutuhkan nafkah," kata dia.

Dalam rapat ini, Siska pun kembali menceritakan kasus ini dari versinya. Advance Recycle berdiri Januari 2018. Para Maret 2019, mereka mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat Tangerang, Banten.

Saat itu, kata Siska, dia mendapatkan informasi dari Kepala Seksi Pelayanan Ditjen Bea Cukai Tangeran. Informasinya yaitu Lartas (larangan terbatas) untuk persetujuan impor di kawasan berikat bisa ditunda dan diurus belakangan. "Itu info yang saya terima," kata dia,

Belakangan, Siska baru mengetahui bahwa persetujuan impor tetap dibutuhkan untuk kawasan berikat sekalipun. Sehingga dia buru-buru mendapatkan rekomendasi KLHK, sebagai salah satu persyaratan PI. Belum kelar proses penerbitan PI, 24 kontainer Advance Recycle keburu masuk Pelabuhan Tanjung Priuk, Jakarta.

Kepada anggota komisi, Siska memastikan bahwa tindakan itu bukanlah dilakukan atas kesengajaan. Siska mengacu pada informasi yang diterima dari Bea Cukai Tangerang. "Tapi kami ditimpa hukuman yang luar biasa," kata dia.

Sehingga Siska pun memohon kepada anggota komisi agar perusahaannya diberi kesempatan sekali lagi untuk berproduksi. Menanggapi hal tersebut, pimpinan rapat yang juga Ketua Komisi DPR Sudin mengatakan hal itu adalah urusan pemerintah. "Kami ini pengawasan," kata dia.

Sudin tetap berjanji akan membahas persoalan ini terlebih dahulu dengan anggota lainnya. Tapi untuk kasus hukum, politikus PDI Perjuangan ini tidak ingin ikut campur. "Kami tak boleh intervensi kasus hukum," kata dia.

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus