Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kemenko PMK Kritik SOP Pelecehan Seksual di PT KAI

Kemenko PMK mengkritik SOP penanganan tindak pelecehan seksual yang baru saja diterbitkan PT KAI.

8 Oktober 2019 | 17.51 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi pelecehan seksual. Therailmedia.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan atau PMK mengkritik Standard Operation Procedure atau SOP penanganan tindak pelecehan seksual yang baru saja diterbitkan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. Kemenko PMK menilai SOP tersebut masih kurang tajam dalam pemberian sanksi bagi pelaku.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Sepertinya kurang gereget pada sanksinya,” kata Asisten Deputi Pemenuhan Hak dan Perlindungan Perempuan, Kemenko PMK, Ross Diana Iskandar, saat dihubungi di Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seharusnya, kata Diana, PT KAI bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk memproses hukum pelaku agar ada efek jera. Sebab, tindakan pelecehan seksual ini harus dihukum sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP. “Baiknya, KAI mengawal proses hukumnya berjalan dengan lebih berpihak pada korban,” kata dia.

Sebelumnya pada hari ini, PT KAI menyampaikan kepada Tempo ihwal SOP pelecehan seksual yang telah ditetapkan sejak 20 Juni 2019. SOP tersebut ditetapkan melalui Peraturan Direksi KAI PER.U/KL.104/VI/I/KA-2019.

“Mengatur soal penumpang melakukan perbuatan asusila, berperilaku yang dapat membahayakan keselamatan, dan/atau mengganggu penumpang lain di atas kereta api,” kata VP Public Relations KAI Edy Kuswoyo saat dihubungi pada Selasa, 8 Oktober 2019.

SOP ini terbit setelah kejadian pelecehan seksual beberapa bulan lalu. Pelecehan dialami seorang wanita dalam KA Sembrani rute Jakarta Gambir - Surabaya Pasar Turi pada Selasa 23 April 2019, pukul 02.00 WIB, sekitar 30 menit setelah kereta melewati Stasiun Tawang, Semarang. Kasus selesai secara kekeluargaan saja. Di sisi lain, KAI saat itu mengakui belum ada SOP khusus mengatur perihal pelecehan ini.

Dalam salinan SOP yang diterima Tempo, sanksi terberat yang diterima oleh pelaku pelecehan seksual memang hanyalah diturunkan di stasiun berikutnya. Empat dari 10 poin SOP tersebut yaitu sebagai berikut: 

  1. Petugas Keamanan KA bersama Kondektur menurunkan pelaku perbuatan asusila atau membahayakan keselamatan dan/atau mengganggu penumpang lain di stasiun kesempatan pertama.
  2. Kondektur melaporkan kejadian tersebut kepada Pengatur Perjalanan Kereta Api di stasiun dan petugas pengamanan di stasiun tempat berhenti bahwa penumpang tersebut diturunkan karena melakukan perbuatan asusila atau membahayakan keselamatan dan/atau mengganggu penumpang lain di atas kereta api untuk diproses lebih lanjut.
  3. Petugas Keamanan KA mencatat semua kejadian tersebut di formulir laporan lejadian dan dilaporkan kepada petugas pengamanan stasiun sebagai dasar tindak lanjut selanjutnya.
  4. Setelah sampai di stasiun tujuan akhir, formulir laporan kejadian pelecehan seksual dan formulir serah terima pengamanan tersebut diserahkan ke Petugas Polsuska stasiun setempat.

 

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus