Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo menilai langkah Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan atau BI rate sebesar 6,25 persen adalah salah satu upaya menarik dana asing tetap bertahan di Indonesia. Termasuk berharap agar semakin banyak dana segar asing baru yang masuk ke RI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, langkah BI menaikkan suku bunga 25 basis poin pada 24 April 2024 lalu dapat menahan pelemahan rupiah. Sebagaimana tujuan BI menaikkannya, yakni menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dari memburuknya risiko global. Selain itu, juga untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5 plus minus 1 persen pada tahun 2024 hingga 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sejauh ini, kebijakan suku bunga tinggi ini terbukti mampu menahan pelemahan rupiah," katanya saat dihubungi Tempo pada Kamis, 23 Mei 2024.
Pada hari yang sama saat BI memutuskan kenaikan BI rate, nilai tukar rupiah ditutup pada level Rp 16.155 per dolar AS. Sementara pada perdagangan hari sebelumnya, kurs rupiah ditutup pada level Rp 16.220 per dolar AS.
Setelah hampir satu bulan kenaikan BI rate tepatnya pada Rabu kemarin, 22 Mei 2024 nilai tukar rupiah tercatat pada level Rp 15.995 per US$. Pada hari sebelumnya, kurs rupiah ditutup pada level Rp 15.999 per US$.
Ke depan, Arianto berpendapat bahwa BI harus melihat tingkat suku bunga acuan di negara lain. Pasalnya, perlu mempertahankan aliran modal asing masuk ke Indonesia supaya tidak membuat rupiah makin lemah.
"BI perlu mencermati tingkat suku bunga negara lain, setidaknya utk menjaga daya tarik dana asing utk tetap ditempatkan pada instrumen investasi di Indonesia. Capital outflow yang besar akan melemahkan rupiah," tutur Arianto.
Dia juga menyoroti insiden kecelakaan helikopter yang menewaskan Presiden Iran Ebrahim Raisi pada Ahad lalu. Atas kejadian ini, kata Arianto ada kekhawatiran bahwa suhu politik global bisa naik. Pada akhirnya, berimbas pada aktivitas perekonomian global.
"Perdagangan Internasional akan terpengaruh dan secara tidak langsung mempengaruhi pola suplai dan demand barang dan jasa global," kata dia.
Untuk proyeksi pekan depan setelah libur panjang akhir pekan atau long weekend, Arianto menyebut nilai tukar rupiah tak banyak terpengaruh oleh faktor ini. "Kondisi geopolitik global lah yang justru akan mempengaruhi nilai tukar rupiah."
Pilihan Editor: Jokowi Akan 'Cawe-cawe' Beresi Bea Cukai, Ini Deretan Masalah yang Disorot Masyarakat