Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Ruang pertumbuhan bank digital masih terbuka lantaran sejumlah faktor, seperti 50 persen penduduk Indonesia merupakan generasi milenial dan generasi Z yang akrab sekali dengan produk digital serta adaptif dengan teknologi.
Astra Financial dan WeLab melalui WeLab Sky meluncurkan Bank Saqu, transformasi PT Bank Jasa Jakarta milik Astra Group.
Dalam jangka menengah, bank tradisional dengan layanan digital masih akan unggul dibanding bank digital murni. Namun, dalam jangka panjang, diprediksi ada perubahan peta persaingan yang signifikan.
JAKARTA – Industri bank digital kedatangan pemain baru. Astra Financial dan WeLab melalui WeLab Sky meluncurkan Bank Saqu, transformasi PT Bank Jasa Jakarta milik Astra Group.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kehadiran bank digital baru di Indonesia diyakini bakal menjadi tren jangka panjang, mengingat besarnya potensi yang bisa digarap. Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda berujar ruang pertumbuhan bank digital masih terbuka, yang dilatarbelakangi sejumlah faktor. "Pertama adalah faktor penduduk Indonesia yang 50 persen lebih merupakan generasi milenial dan generasi Z yang akrab sekali dengan produk digital serta adaptif dengan teknologi," ucapnya, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedua, penetrasi Internet yang sangat masif hingga mencapai lebih dari 80 persen, dengan konsumsi teknologi yang tersebar di berbagai aspek, termasuk keuangan. Huda mengatakan kehadiran pemain anyar akan membuat pilihan masyarakat semakin banyak, termasuk dalam menghadirkan pembiayaan atau pendanaan, baik untuk segmen konsumtif maupun produktif. "Terlebih, untuk segmen anak muda sekarang, jamak digunakan layanan pay later. Ini menjadi peluang yang bisa dimanfaatkan."
Kemarin, Bank Saqu diperkenalkan ke publik. Dengan dukungan ekosistem yang dimiliki, bank ini digadang-gadang masuk jajaran top tier bank digital nasional yang menyasar segmen retail serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Bank Saqu akan mendukung, melengkapi, dan memperkuat ekosistem jasa keuangan Grup Astra, serta mendorong peningkatan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia," ujar Direktur Astra sekaligus Director in Charge Astra Finansial, Suparno Djasmin, dalam acara peluncuran Bank Saqu, kemarin.
Pengembangan sistem bank dengan layanan digital di bawah arahan WeLab dilakukan dalam waktu cepat, yakni hanya enam bulan, dibanding rata-rata pengembangan layanan serupa yang memakan waktu 18-24 bulan. Setidaknya ada lima fitur utama layanan yang dimiliki Bank Saqu. Pertama adalah Saku, produk yang dapat dipersonalisasi nasabah hingga 20 kantong atau saku. Layanan ini dapat digunakan untuk mengelola pendapatan, mengatur pengeluaran, dan mencapai berbagai tujuan keuangan.
Fitur kedua adalah Busposito, yang diklaim sebagai produk deposito pertama di Indonesia yang memanfaatkan kekuatan komunitas. Nasabah dapat meningkatkan tingkat suku bunga seiring dengan makin luasnya jejaring nasabah dalam komunitas Bank Saqu.
Ketiga adalah Tabungmatic, fitur yang memungkinkan nasabah menabung secara otomatis dengan setiap pembulatan transaksi melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang disimpan di saku Booster dengan penawaran bunga lebih tinggi, yaitu hingga 10 persen per tahun.
Fitur keempat adalah Misi Penuh Hadiah. Dengan fitur ini, nasabah bakal mendapat bonus untuk setiap aktivitas yang dilakukan, dari pembukaan akun, transfer dengan BI-Fast, transaksi QRIS, hingga referensi penggunaan kepada calon nasabah lain. Terakhir, Saku Booster atau saku khusus yang dapat digunakan untuk menyimpan seluruh cashback yang diperoleh nasabah dari transaksi menggunakan Bank Saqu, termasuk Tabungmatic.
Presiden Direktur Bank Jasa Jakarta Leo Koesmanto menuturkan Bank Saqu akan menyasar generasi muda, khususnya solopreneur di Indonesia yang mencakup pengusaha kecil, pekerja lepas, dan karyawan tetap dengan pekerjaan tambahan. "Segmen ini secara proaktif mencari cara untuk bertumbuh, menabung, dan berinvestasi lebih banyak, bahkan mengambil pinjaman untuk upaya produktif," ucapnya.
Berdasarkan studi yang dilakukan, akan ada sekitar 117 juta solopreneur di Indonesia pada 2030 yang berpotensi dilayani kebutuhan finansialnya. Adapun kontribusi solopreneur terhadap produk domestik bruto (PDB) diperkirakan mencapai 36 persen. "Layanan kami diciptakan untuk mendefinisikan kembali bagaimana solopreneur harus mengelola uang mereka, baik secara pribadi maupun bisnis, dengan beberapa kantong atau saku dalam satu aplikasi perbankan," kata Leo.
Aplikasi Bank Saqu. TEMPO/Ijar Karim
Persaingan Bank Digital dan Konvensional
Pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran, Arianto Muditomo, mengimbuhkan, saat ini bank digital murni yang benar-benar tidak lagi menyediakan layanan kantor fisik belum banyak di Indonesia. Pada praktiknya, bank digital yang ada masih mengandalkan channel, produk, dan layanan selayaknya bank tradisional. "Jadi kemunculan bank-bank digital baru di Indonesia masih merupakan pelengkap layanan bank yang ada sebelumnya," ujarnya.
Hal itu terbukti dari strategi bank atau korporasi besar yang menambahkan lini bisnis bank digital pada grup usahanya saat ini masih belum menunjukkan kemampuan menghasilkan tingkat pendapatan yang tinggi. "Meskipun menawarkan fee yang lebih rendah, antar-muka digital yang nyaman, produk yang inovatif, serta layanan 24 jam, bank tradisional yang memiliki layanan digital masih unggul dalam menghasilkan pendapatan dan laba."
Dalam jangka menengah, bank tradisional dengan layanan digital masih akan unggul dibanding bank digital murni. Namun, dalam jangka panjang, diprediksi ada perubahan peta persaingan yang signifikan. "Bank digital memiliki peluang untuk mampu mengungguli bank tradisional yang tidak memiliki layanan digital yang beragam," ujar Arianto.
Menurut Arianto, selain aspek penetrasi, akseptasi hingga keamanan menjadi prioritas bank digital. Di sisi lain, kombinasi antara inovasi, teknologi informasi, dan promosi harus diselaraskan. Strategi kunci yang dapat diadopsi antara lain pemahaman mendalam tentang target pasar untuk membantu bank menyusun produk dan layanan yang relevan. Kedua, inovasi produk, biaya kompetitif, dan kampanye pemasaran digital yang efektif untuk menarik calon nasabah. "Edukasi nasabah, keamanan data yang kuat, dan responsif terhadap umpan balik nasabah menjadi kunci untuk membangun kepercayaan serta meningkatkan penerimaan," ucapnya.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan kehadiran bank digital ke depan masih akan menjamur, termasuk yang berasal dari korporasi atau grup konglomerasi. "Sekarang semakin banyak perusahaan yang berlomba memiliki ekosistem bank digitalnya sendiri," katanya.
Kekuatan komunitas dan pelanggan, baik offline maupun online, bakal menjadi ceruk pasar yang menjanjikan, sembari mendorong perluasan basis konsumen ke masyarakat luas. "Tantangan terbesar bank digital adalah merangkul nasabah kakap dari bank tradisional untuk shifting dananya, sehingga persaingan untuk mendapatkan loyalitas konsumen akan semakin berat."
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo