Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Joko Asmoro mengatakan potensi kerugian penjualan paket umrah akibat adanya penyetopan izin sementara oleh Pemerintah Arab Saudi mencapai Rp 2,5 triliun. Potensi itu dihitung selama sebulan sejak kebijakan penyetopan umrah diberlakukan.
"Potensi kerugian dari penjualan, bukan dari revenue (keuntungan) adalah Rp 2-2,5 triliun dalam satu bulan. Kerugian ini komponennya banyak, termasuk dari (jasa) tenaga kerja," ujar Joko dalam diskusi terkait virus Corona di Jakarta Pusat, Sabtu, 29 Februari 2020.
Joko mengatakan kerugian itu dihitung dari akumulasi pembeli paket perjalanan umrah dikalikan dengan harga paket. Menurut dia, saat ini rata-rata terdapat 100-150 ribu jemaah per bulan yang membeli paket umrah dengan harga paket per pacs sekitar Rp 20 juta.
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi sebelumnya telah menyetop izin kunjungan ibadah umrah dan akses ke makam Nabi Muhammad di Madinah. Penyetopan sementara ini dilakukan sebagai akibat mewabahnya virus Corona di pelbagai negara, termasuk Indonesia.
Joko menjelaskan, saat ini terdapat sekitar 50 ribu masyarakat yang sudah memperoleh visa, namun gagal berangkat ke Arab Saudi. Bahkan, sebanyak 1.685 orang di antaranya telah berada di negara-negara transit.
Ia menyebutkan, pihak agen perjalanan telah menggelar pertemuan dengan Kementerian Agama, maskapai, dan stakeholders lain untuk mengambil kebijakan terkait refund atau pengembalian dana dan reschedule atau penjadwalan ulang. Khusus penjadwalan ulang, agen travel sedang berupaya meminta Kementerian Luar Negeri Arab Saudi untuk melonggarkan kebijakan pembuatan visa.
"Agar kiranya untuk pemilik visa elektronik ini untuk reschedule tidak dikenakan biaya kembali karena biayanya cukup mahal sekitar US$ 200-300," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini