Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pagar laut sepanjang 30,16 kilometer rupanya bukan satu-satunya masalah penguasaan ruang laut oleh perorangan atau perusahaan swasta. Kasus yang juga terjadi di perairan Kabupaten Bekasi dan Jakarta, rupanya hanya sebagian kecil dari permasalahan serupa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan bahwa KKP sudah menangani 196 kasus ruang laut, serupa dengan pemagaran laut seperti yang terjadi di perairan Tangerang, Banten.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Perlu diketahui sudah 196 kasus sebenarnya, tapi kan selama ini tidak terekspos oleh media," kata Trenggono seusai Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi IV DPR RI, di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 23 Januari 2025.
Trenggono menyebutkan bahwa selain di Tangerang, yang saat ini menjadi perhatian publik, masalah serupa juga sebelumnya sudah ditangani oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Batam, Sidoarjo, Surabaya, termasuk di Bekasi.
Terbaru, KKP mengirimkan tim untuk melakukan pengecekan terkait adanya dugaan kepemilikan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas perairan Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
"Jadi sebenarnya kan begini, hikmahnya ya, tadi saya sudah sampaikan kepada Ibu Ketua (Komisi IV DPR), kepada Pimpinan Komisi IV dan semua anggota DPR Komisi IV, hikmahnya adalah sekarang (banyak yang) peduli kepada laut," kata Trenggono.
"Selama ini terus terang, kita berjuang, tapi laut kan seperti dipunggungin, ya saya merasa bersyukur saja sebenarnya," katanya.
Ia menegaskan bahwa ketika pihaknya menemukan atau mendapat laporan mengenai aadanya indikasi pelanggaran ruang laut, pihaknya langsung bertindak.
"Jadi begitu itu terjadi kita langsung bertindak. Seperti yang kami janjikan kepada Komisi IV DPR RI, kita akan secepat mungkin untuk mengungkap sesuai dengan kewenangan kita," terang Trenggono.
Trenggono menambahkan, dalam penanganan kasus-kasus tersebut, pihaknya berfokus pada aspek administratif sesuai kewenangan kementerian tersebut.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPR Siti Hediati Hariyadi atau yang akrab disapa Titiek Soeharto berharap persoalan pagar laut yang tidak memiliki izin ke depannya dapat di antisipasi, agar kejadian serupa tidak kembali terjadi di kemudian hari.
Titiek menekankan pentingnya langkah-langkah preventif untuk mencegah masalah pagar laut tanpa izin yang merugikan banyak pihak di masa depan seperti yang terjadi di Tangerang, Banten dan Bekasi, Jawa Barat.
Titiek juga mengungkapkan bahwa banyak daerah lain yang menghadapi masalah serupa. Oleh karena itu, penting untuk melakukan tindakan pencegahan yang lebih proaktif, bukan menunggu sampai masalah semakin meluas.
"Kami mendapatkan juga banyak di daerah-daerah lain kasus-kasus seperti ini, jangan nunggu viral dulu baru dilakukan tindakan, tapi mungkin diantisipasi dari sekarang," kata Titiek.
Kasus Sumenep
Kasus kepemilikan wilayah lautan oleh perorangan terjadi di Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Seorang warga mengklaim memiliki lahan di perairan seluas 20 hektare.
Pada pertengahan 2023, ia akan membangun tambak garam di perairan itu namun ditentang warga nelayan di wilayah itu. Pada Desember 2023 ketegangan mereda setelah dilakukan mediasi.
Awal tahun ini, warga yang mengaku pemilik mendatangkan alat berat untuk menggarap lahan di perairan itu. Masyarakat sekitar kembali menolak.
Pihak yang mengaku pemilik sempat mengklaim sudah mendapat persetujuan Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudonya.
Namun Bupati Sumenep membantah telah menginstruksikan penggarapan wilayah laut untuk lahan tambak garam di Gersik Putih itu.
"Yang benar, saya meminta kepada Kades Gersik Putih dan Camat Gapura, serta instansi terkait untuk berkoordinasi dengan para pihak," kata Bupati.
Beberapa waktu lalu, warga yang mengaku sebagai pemilik sempat mendatangkan alat berat dan mengklaim bahwa rencana penggarapan tambak garam itu, atas instruksi Bupati Sumenep.
"Yang saya katakan kepada aparat desa dan pemilik, silahkan digarap apabila masyarakat setuju," katanya.
Ia lebih lanjut menjelaskan, dirinya selaku pimpinan daerah akan mengizinkan pembangunan tambak garam tersebut apabila atas persetujuan masyarakat.
Ia juga membantah telah mengeluarkan surat instruksi sebagaimana disampaikan oleh warga yang mengaku sebagai pemilik dan sebagian aparat desa setempat.
"Masak saya menginstruksikan buruk," ucap bupati.