Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Lo Kheng Hong Beberkan Cara Jadi Investor Cerdas: Tidak Beli Kucing dalam Karung

Lo Kheng Hong membagikan tip menjadi investor pasar modal yang cerdas. Investor cerdas, harus tahu portofolio dan perusahaan yang akan dibeli.

30 Juli 2021 | 10.51 WIB

Lo Kheng Hong. Facebook
Perbesar
Lo Kheng Hong. Facebook

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Investor kawakan, Lo Kheng Hong, membagikan berbagai tip menjadi investor pasar modal yang cerdas. Investor cerdas, menurut dia, harus tahu portofolio dan profil perusahaan yang akan dibeli.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Investor yang cerdas tidak beli kucing dalam karung. Investor cerdas tahu apa yang dibeli. Sedangkan investor yang tidak cerdas, tidak tahu apa yang dia beli,” ujar Lo dikutip dari tayangan YouTube Econand, Jumat, 30 Juli 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pendalaman soal rekam jejak perusahaan akan membantu investor memahami kinerja perusahaan. Dari bekal pengetahuan itu, investor saham yang cerdas tidak akan menanamkan modalnya di entitas yang memiliki integrtias.

Investor juga tidak akan memilih perusahaan dengan pemimpin yang tidak jujur dan gemar memperkaya diri sendiri.

Selain menghindari tipikal perusahaan yang memiliki profil merah, menurut Lo, investor cerdas bakal memilih emiten-emiten yang mempunyai bidang usaha bagus. Emiten ini umumnya mencatatkan keuntungan tiap tahun.

Dia mencontohkan perusahaan dengan pembukuan yang terus merugi dalam beberapa tahun. Salah satunya PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk atau GIAA. Perusahaan pelat merah ini rugi sejak 2017, bahkan sebelum pandemi Covid-19.

Pada 2017, Garuda membukukan kerugian US$ 213 juta atau Rp 3 triliun. Kemudian pada 2018, emiten kembali merugi US$ 175 juta dan 2019 buntung US$ 38 juta. Pada saat pandemi Covid-19, rugi Garuda kian berlipat besar menjadi US$ 2,4 miliar atau setara dengan Rp 35 triliun.

Lo membandingkan dengan PT Unilever Indonesia Tbk dengan return on equity atau RoE 140 persen. Unilever mencatatkan ekuitas sebesar Rp 4,9 triliun dengan laba Rp 7,1 triliun. Dia juga menyebut Bank BCA yang terus menorehkan laba tiap tahun. Meski pandemi Covid-19, BCA masih membukukan laba Rp 27,1 triliun.

“Jadi kalau kalau memiliki perusahaan yang untung besar, rasanya investor bisa jadi seperti punya mesin cetak uang,” ujar Lo.

Selain melihat dari portofolio dan profil perusahaannya, Lo mengatakan investor cerdas harus mampu melihat pertumbuhan kinerja entitas. Di sisi lain, Lo menyebut perlunya investor untuk mencermati valuasi perusahaan. Investor yang cerdas, kata dia, bakal memilih perusahaan dengan valuasi murah.

“Jadi ini bukan soal rekomendasi membeli, tapi ini contoh,” kata Lo Kheng Hong.

Francisca Christy Rosana

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, ia bergabung dengan Tempo pada 2015. Kini meliput isu politik untuk desk Nasional dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco. Ia meliput kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke beberapa negara, termasuk Indonesia, pada 2024 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus