Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, mengatakan pemerintah akan kembali membuka ekspor benih lobster atau benur. Trenggono memastikan ekspor benur akan disertai syarat yang ketat. Ekspor benur sebelumnya dilarang oleh mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti. Lantas, apa alasan ekspor benur dilarang?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Hasil tangkapan lobster menyusut
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 7 Januari 2015, Susi melarang ekspor benih lobster dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan. Pasal 7 disebutkan bahwa setiap orang dilarang menjual benih lobster untuk budidaya. Aturan ini menjelaskan bahwa lobster yang boleh ditangkap adalah ukuran panjang karapas di atas 8 sentimeter.
Pada 27 Desember 2016, Susi mengeluarkan Peraturan Menteri KP Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Wilayah Indonesia. Pasal 7 disebutkan bahwa setiap orang dilarang menjual benih lobster untuk budidaya.
Alasannya adalah karena hasil tangkapan lobster di laut terus menyusut karena adanya perdagangan benur. “Kalau bibitnya diambil, tidak akan pernah lagi ada lobster yang besar-besar. Jadi mohon stop pengambilan benut, jangan sampai lobster hilang dari laut Indonesia, seperti yang terjadi pada sidat dan sebagainya,” ungkap Susi pada 3 April 2019.
2. Berdampak buruk ke lingkungan
Menurut Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim, ekspor benih lobster harus dilarang karena berdampak ke lingkungan. "(Larangan ekspor benih lobster) jelas berdampak (ke lingkungan)," ujar Abdul Halim dikutip dari Antara, 19 April 2021.
Abdul Halim dalam sejumlah kesempatan lainnya juga sudah menekankan pentingnya untuk mengatasi problem terkait pengembangan budidaya lobster di dalam negeri.
3. Terlalu dieksploitasi
Menurut Abdul Halim, stok lobster di perairan Indonesia sebagian besar sudah mengalami eksploitasi berlebihan. Menurut dia, upaya yang perlu dilakukan adalah pemulihan sumber daya kelautan dan perikanan di kawasan perairan nasional.
4. Bertentangan dengan hasil kajian Komnas Kajiskan
Abdul mengatakan bahwa kebijakan ekspor benur bertentangan dengan hasil kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber daya Ikan atau Komnas Kajiskan.
Menurut hasil kajian Komnas Kajiskan, tingkat pemanfaatan sumber daya lobster di beberapa wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia atau WPP NRI sudah dalam status eksploitasi berlebihan," kata dia, Selasa, 18 Desember 2023.
Ia mengatakan harusnya hasil kajian Komnas Kajiskan tersebut bisa menjadi panduan bagi KKP dalam membuat sebuah kebijakan. Dengan mengabaikan hasil kajian Komnas Kajiskan, maka itu akan memberi legalitas kepada masyarakat menangkap benih lobster secara besar-besaran.
YOHANES MAHARSO JOHARSOYO | ANTARA | RIZKI DEWI AYU | FAJAR PEBRIANTO | FRANCISCA CHRISTY | ANDIKA DWI