Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setumpuk bukti sudah di tangan Kementerian Lingkungan Hidup. Ada bukti kuat PT Sumatera Riang Lestari (SRL) menjadi salah satu perusahaan yang menyebabkan kebakaran hutan di Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau. Sudaryono, Deputi Penataan Hukum Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, mengatakan salah satu buktinya adalah area kebakaran seluas 25 hektare di lokasi penyiapan lahan (land clearing).
Tim penyidik Kementerian juga menelisik anggaran perusahaan untuk membuktikan penyiapan lahan dilakukan dengan cara membakar. Yakin dengan temuan itu, tim menetapkan Direktur Utama SRL Jajang Suherlan dan Rudi Kristianto Tampubolon, estate manager sektor Rupat, sebagai tersangka pada Januari lalu. "Berkas penyidikan sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung. Masih P19 (perampungan berkas)," kata Sudaryono, Senin dua pekan lalu.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Riau Riko Kurniawan tak kaget atas temuan itu. Walhi, yang pernah menelisik pembalakan hutan di Pulau Rupat, juga menemukan bukti Sumatera Riang Lestari menjalankan usahanya di lahan gambut. Inilah yang membuat Riko heran izin konsesi SRL seluas 38.210 hektare-setara dengan separuh luas Jakarta-bisa diterbitkan Kementerian Kehutanan.
Senada dengan Walhi, PT Sigma Pikir Teladan, konsultan kehutanan, juga menemukan kejanggalan izin rencana kerja usaha (RKU) dan rencana kerja tahunan (RKT) milik Sumatera Riang Lestari. "Banyak data bertentangan," ujar Israfil Lubis, Direktur Sigma. RKU merupakan dokumen yang dibuat sepuluh tahunan sebagai acuan menyusun RKT saban tahun.
Isi rencana kerja usaha antara lain menyangkut rencana jumlah kayu alam yang ditebang, luas perambahan, dan rencana penanaman pohon usaha. Dalam dokumen yang juga dipegang Tempo, RKU diubah tiga kali pada Juni 2008, lalu direvisi pada Mei 2011 dan Maret 2013. Seorang analis perencanaan kehutanan mengatakan revisi berkali-kali merupakan siasat SRL menggasak kayu alam lebih banyak.
Di antara dokumen RKT, angka-angka diduga dimanipulasi. Misalnya Rencana Kerja Tahunan 2010 Sumatera Riang Lestari mematok jumlah tebangan kayu 1,4 juta meter kubik. Kenyataannya, SRL membabat 2,1 juta meter kubik. Agar tak mengundang curiga, volume dalam perencanaan diubah menjadi 2,3 juta meter kubik supaya realisasinya terlihat lebih rendah.
Kejanggalan lain adalah beragam dokumen yang tak konsisten menyebut status hutan yang diberikan untuk Sumatera Riang. Satu dokumen menyatakan hutan produksi terbatas, tapi di dokumen lain ditulis hutan produksi bebas. Sebagai perusahaan berstatus hutan tanaman industri, SRL hanya berhak beroperasi di hutan produksi bebas.
Yang paling mencurigakan adalah harga jual kayu alam dalam rencana kerja usaha Sumatera Riang dipatok Rp 150 ribu per meter kubik. Dengan jumlah hasil tebangan sebanyak 5 juta meter kubik, SRL mengantongi Rp 750 miliar selama empat tahun. Padahal, mengacu pada ketetapan Menteri Perdagangan, harga kayu itu semestinya di kisaran Rp 1-2 juta per meter kubik.
Jika menggunakan harga Rp 1 juta, Sumatera Riang sesungguhnya sudah mengantongi Rp 5 triliun dari penjualan kayu alam. Artinya, "Negara diduga kehilangan potensi penerimaan pajak dari kayu alam yang dijual SRL," kata Rosyid Hidayat, anggota Komisi Kehutanan Dewan Perwakilan Rakyat.
Abdul Hadi, juru bicara Sumatera Riang, membantah jika perusahaannya disebut pernah merevisi rencana kerja usaha. Ia juga menolak tudingan bahwa perusahaannya mengobral kayu dan enggan menyebut harga sesungguhnya. "Kami tidak pernah menyajikan data seperti itu," ucapnya.
Pembelaan untuk Sumatera Riang juga datang dari Bedjo Santoso, staf ahli Menteri Kehutanan bidang revitalisasi industri kehutanan. Izin rencana kerja usaha milik perusahaan yang memasok kayu ke PT Riau Andalan Pulp and Paper itu diterbitkan Bedjo saat menjabat Direktur Bina Pengembangan Hutan Tanaman. Berbeda dengan Hadi, Bedjo menilai revisi RKU masih dalam kewajaran. "Tidak ada masalah," katanya.
KARUT-marut RKU dan RKT milik Sumatera Riang diramaikan oleh Rosyid Hidayat, politikus Demokrat. Ia tahu persoalan itu setelah menerima laporan dari lembaga bantuan hukum Bathin Botuah, yang mengklaim mewakili masyarakat Pulau Rupat. Martinus Sinurat, Direktur Bathin Botuah, mengatakan temuan pelanggaran dibawa ke DPR setelah penyelesaian dengan pejabat di Riau dan SRL menemui jalan buntu. "Saya juga kirim laporan ke Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan," ujarnya.
Agar laporan itu bisa sampai ke tangan Menteri Zulkifli, tim Bathin Botuah mendapatkan bisikan dari sejumlah politikus agar menemui Muhammad Ali Taher Parasong, tenaga ahli Menteri Zulkifli. Ali adalah politikus Partai Amanat Nasional yang biasa menguruskan izin usaha kehutanan. Alih-alih mengusut, Ali justru meminta uang.
Permintaan itu disampaikan Ali saat menerima tim Bathin Botuah. Khawatir mengundang curiga, Ali meminta obrolan digelar di luar kantor. Mereka memilih restoran Daeng Tata, Lapangan Tembak Senayan, pada 2 Desember 2013. Dua minggu kemudian, pertemuan dilanjutkan di Hotel Sheraton, Tangerang.
Sumber Tempo mengatakan Ali mencari peluang mendatangkan fulus dari Sumatera Riang Lestari lewat skema kewajiban SRL menyediakan tanaman kehidupan untuk warga sekitar hutan konsesi. Tanaman kehidupan wajib diberikan perusahaan sebesar lima persen dari total lahan konsesi. Ongkos menanam flora itu juga dibebankan ke perusahaan. Kebetulan kewajiban ini belum dijalankan SRL.
Ali meminta tim Bathin Botuah membarter setumpuk dokumen pelanggaran dengan ganti rugi berkedok dana tanaman kehidupan. Dalam ganti rugi itu, ia menyelipkan pesan. "Saya nitip Rp 20 miliar," kata sumber Tempo menirukan Ali. Ia juga menyelipkan pesan agar persoalan ini tak menyeret bosnya. "Tolong lindungi Pak Menteri," ujarnya.
Rencana "menggali sumur" Sumatera Riang itu dimatangkan pada pertemuan di restoran Taman Sari, Karawaci, Tangerang, pada 26 Desember 2013. Ali berjanji mempertemukan konsultan itu dengan SRL empat hari kemudian. Pada hari yang dijanjikan, konsultan itu sudah meriung di Gedung Manggala pukul delapan pagi. Bejibun dokumen hendak diserahkan kepada Ali. Namun, hingga pukul 10 yang dijanjikan, Ali tak pernah nongol. Merasa dibohongi, sang tamu pamit pulang.
Ali membantah ada pertemuan itu, tapi mengakui pernah menerima keluhan soal Sumatera Riang Lestari. "Saya minta mereka langsung bertemu dengan Direktur Jenderal," katanya Senin dua pekan lalu. Ihwal permintaan uang, ia menganggapnya fitnah. "Astagfirullah, saya tidak mengurus soal itu, bidang saya sosial."
Pejabat Kementerian Kehutanan mulai geger terkait dengan dokumen yang dikantongi Ali. Untuk mengecek hal itu, pegawai Kementerian Kehutanan, Ibrahim, dikirim menemui tim Bathin Botuah yang bertemu dengan Ali Taher. Ibrahim menolak merinci tugasnya. Abdul Hadi, juru bicara SRL, membenarkan ada inspeksi tim kementerian. "Sebulan lalu mereka ke sini."
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pun menolak tudingan Ali Taher bahwa ia terlibat dalam patgulipat ini. "Dia sibuk kampanye, jarang ke kantor, mana mungkin bisa panggil Dirjen?" ujarnya Rabu tiga pekan lalu. Jika izin Sumatera Riang Lestari bermasalah, kata dia, pemerintah daerah bisa mengajukan permohonan pencabutan.
Abdul Hadi membantah ada desakan merogoh kocek perusahaan untuk ongkos tanaman kehidupan. "Tanaman kehidupan paling awal kami realisasi," ujarnya. Tapi ia tak heran terhadap kebiasaan politikus yang gemar memeras kepada perusahaannya. "Menjelang tahun politik, kami sudah biasa dengan pergerakan seperti ini," katanya.
Akbar Tri Kurniawan (Jakarta), Riyan Nofitra (Pekanbaru)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo