Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA bangunan menjulang di antara kebun tebu dan permukiman warga Desa Tinapan dan Desa Kedung Wungu, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Di bagian genting gedung itu tampak tulisan besar: "PG Blora GMM". Maksudnya, Pabrik Gula Blora Gendhis Multi Manis. Demikian pula di pintu gerbang, terdapat tulisan "PG Blora".
Namun tak terlihat aktivitas yang menandakan pabrik gula. Di halaman yang sangat jembar itu, misalnya, tidak ada jejak tumpukan tebu. Armada pengangkut tebu, seperti truk atau lori, pun nihil. Toh, masyarakat Tinapan dan Kedung Wungu mafhum bahwa sebuah pabrik gula besar didirikan di kampungnya.
Adalah PT Gendhis Multi Manis, perusahaan swasta, yang menginjakkan kaki di bumi Blora sejak akhir 2010. Perusahaan akan membangun pabrik gula berkapasitas 4.000 ton cane per day (tcd), yang bisa menambah produksi gula nasional sekitar 120 ribu ton setahun. Saat ini produksi gula kristal putih nasional 2,3 juta ton.
Pabrik yang menelan investasi sekitar Rp 1,7 triliun ini akan mulai menggiling tebu pada 20 Mei nanti. Mesin-mesin telah dicek dan diuji coba sejak Desember tahun lalu. Rencananya, tahap uji coba berlangsung lima bulan. Artinya, fase ini akan selesai pada akhir bulan ini.
Selama masa uji coba, perusahaan mendapatkan izin impor gula mentah (raw sugar) 80 ribu ton dari Kementerian Perdagangan. Tapi Gubernur Jawa Tengah yang baru, Ganjar Pranowo, cuma membolehkan 25 ribu ton. Ia beralasan untuk melindungi pasar lokal. "Enggak apa-apa. Kami mengikuti saja," ujar Edi Winoto, General Manajer Gendhis Multi Manis.
Gendhis Multi Manis dimiliki Lie Kamadjaja. Berdasarkan akta pendirian perusahaan di Semarang, Oktober 2010, Kamadjaja, Andreas Benny Utomo, dan Hendrik masing-masing memegang 300 lembar saham (30 persen) serta Claudia 100 lembar saham (10 persen). Andreas Benny Utomo dipilih menjadi komisaris utama, Hendrik komisaris, Lie Kamadjaja sebagai direktur utama, dan Claudia direktur.
Kepemilikan berubah dalam akta teranyar, Mei 2012. Kini Lie Kamadjaja memegang 93 ribu lembar (30 persen). Porsi yang sama dimiliki Andreas Benny Utomo, yang kali ini menggunakan bendera PT Aman Capital Indonesia. Sedangkan Claudia memiliki 31 ribu lembar (10 persen). Wajah baru muncul, yakni Petronella Victoria Cendy Marshall, yang memiliki 93 ribu lembar (30 persen).
Kamadjaja bukan orang baru di bisnis gula. Ia pernah menggarap logistik untuk pabrik minuman Coca-Cola. Ia menghidupkan kembali pabrik gula Kendal, Jawa Tengah, yang telah sepuluh tahun mati. Kini pabrik ini bersalin nama menjadi PT Industri Gula Nusantara, yang juga mengolah gula mentah (raw sugar). Pada 2010, misalnya, perusahaan mendapat izin impor gula mentah 50 ribu ton selama musim giling semester pertama.
Pembangunan pabrik Gendhis Multi Manis sejak awal berliku. Pada awal 2011, Federasi Rakyat untuk Kejujuran dan Keadilan (Fera-2K) berteriak. Lokasi yang akan ditempati pabrik tersebut dinilai tidak tepat. Lembaga swadaya masyarakat itu mengacu pada Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0398 K/40/MEM/2005 tentang penetapan kawasan karst Sukolilo.
Berdasarkan Keputusan Menteri Energi itu, Kecamatan Todanan termasuk kawasan karst Sukolilo, yang dilindungi keberadaan dan fungsinya. Karena itu, kata Zaenul Arifin-saat itu Koordinator Fera–2K Blora-lembaga ini meminta pemerintah meninjau ulang pendirian pabrik di Kecamatan Todanan tersebut. Mereka menilai, dari aspek yuridis-administratif, lingkungan, sosiologis, dan ekonomis, pembangunan pabrik itu tidak tepat.
Federasi Rakyat pun berkirim surat ke Pemerintah Kabupaten Blora. Surat ditembuskan ke Presiden RI, Menteri ESDM, Gubernur Jawa Tengah, DPRD Jawa Tengah, serta DPRD Blora. Rabu pekan lalu, Zaenul kembali menegaskan penolakannya. Ia mengatakan pabrik itu berada di kawasan Waduk Bentolo, sumber air yang mengaliri hampir separuh wilayah Blora. "Penduduk khawatir waduk bisa tercemar," ujarnya kepada Tempo.
Akibat beberapa kali menggelar protes, Zaenul bolak-balik didatangi beberapa pria berambut cepak dan berbadan kekar. Pesan juga disampaikan melalui keluarga agar Zaenul tidak membuat gerakan yang menolak pendirian pabrik gula. Tapi lulusan IAIN Walisongo Semarang ini memilih tetap kritis. "Lha, ini tanah kampung saya," katanya Rabu pekan lalu.
Lokasi pabrik berada di kawasan Bumi Perkemahan Bentolo, milik Gerakan Pramuka Kwartir Cabang Blora, seluas 27 hektare lebih. "Gesekan" terjadi sejak awal tukar guling disosialisasi pada 2010 hingga sekarang. Toh, ruilslag tetap berjalan. Berdasarkan hasil rapat pleno pengurus Gerakan Pramuka Kwarcab Blora dan pengurus ranting se-Kabupaten Blora, 11 Juni 2011, disepakati lahan yang akan ditukar guling seluas 20 hektare. Sisanya, 6,8 hektare, masih menjadi hak pakai Kwarcab Blora.
Sebagai kompensasi, Kwarcab Blora mendapat Rp 3,5 miliar untuk mencari tanah pengganti bumi perkemahan. Sumber Tempo di pemerintah Blora bercerita keputusan itu diambil karena tekanan. Tapi Edi Winoto, General Manager Gendhis Multi Manis, menampik. "Itu sudah berita dua tahun lalu. Sekarang lancar-lancar saja. Kami sudah memberikan kompensasi dan transaksi kepada Kwarcab Blora. Jadi, enggak ada masalah."
Setelah memberi kompensasi, bukan berarti proyek Gendhis Multi Manis menjadi mulus. Hingga kini persoalan luas lahan masih mengganjal. Berdasarkan Sertifikat Buku Tanah Hak Pakai Nomor 13 Desa Tinapan, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, melalui Surat Keputusan Badan Pertanahan Nasional Nomor 228/HP/BPN/92 Tanggal 14 Agustus 1992, luas lahan itu 27 hektare lebih. Tapi, setelah diukur ulang oleh Bidang Survei, Pengukuran, dan Pemetaan Kantor Wilayah BPN Jawa Tengah pada Maret 2011, luasnya susut menjadi 22 hektare.
Perbedaan luas lahan inilah yang membuat permohonan hak guna usaha yang diajukan Gendhis Multi Manis hingga kini belum dikabulkan. Tapi faktanya, menurut Zaenul, bangunan pabrik telah menjulang. Bahkan bulan depan akan dimulai tahap komersial. "Aneh, izin sudah diberikan oleh Bupati sebelum sertifikat tanah jadi. Ini bagaimana logikanya?" katanya. Adapun Ketua Kwarnas Adhyaksa Dault telah memerintahkan Sekretaris Jenderal Kwarnas menyelidiki kasus tersebut. "Memang banyak PR yang mesti diselesaikan di Pramuka ini," ujar mantan Menteri Pemuda dan Olahraga itu.
Retno Sulistyowati, Gustidha Budiartie, Sujatmiko (Blora)
Jejak Perizinan
1971.
1972-1973.
1974.
2 Juli 1991.
19 Oktober 1992.
17 April 2010.
5 Juli 2010.
15 Oktober 2010.
15 November 2010.
5 Desember 2010.
9 Desember 2010.
13 Desember 2010.
9 Februari 2011.
14 Februari 2011.
3 Maret 2011.
8 Maret 2011.
14 Maret 2011.
14 Maret 2011.
23 Maret 2011.
24 Maret 2011.
8 April 2011.
12 April 2011.
15 April 2011.
18 April 2011.
11 Juni 2011.
15 Juni 2011.
20 Juni 2011.
28 November 2011.
Gula mentah (raw sugar)
Gula kristal yang dibuat tanpa melalui proses pemutihan menggunakan belerang (sulfitasi), sehingga warnanya agak kecokelatan karena masih mengandung molase. Untuk menghasilkan raw sugar, tebu digiling menghasilkan nira, diuapkan menjadi kristal merah. Produk ini adalah gula "setengah jadi" dari pabrik penggilingan tebu yang tidak memiliki unit pemutihan. Gula jenis ini banyak diimpor untuk diolah menjadi gula kristal putih ataupun gula rafinasi.
Gula rafinasi (refined sugar)
Hasil olahan lebih lanjut dari gula mentah atau raw sugar melalui proses defekasi, yang tidak dapat langsung dikonsumsi sebelum diproses lagi.
Perbedaan gula rafinasi dan gula kristal putih
Untuk proses pemurnian, gula rafinasi menggunakan metode karbonasi. Sedangkan gula kristal putih memakai cara sulfitasi. Gula kristal rafinasi digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo