Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Dian Ediana Rae mengungkap sejumlah alasan yang memicu tingginya kredit macet (NPL) Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Dia menilai peningkatan NPL BPR/S dipengaruhi sejumlah faktor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Di antaranya, berakhirnya kebijakan restrukturisasi dan persaingan usaha debitur yang semakin kompetitif sehingga meningkatkan eksposur resiko kredit," kata Dian dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 17 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, Dian menyampaikan, guna memitigasi dampak negatif atas peningkatan rasio NPL itu, rasio permodalan (CAR) BPR dan BPRS pada Maret 2024 tetap dijaga kuat dengan masing-masing 32,60 persen dan 23,56 persen.
Dian menjabarkan, rasio CAR yang berada jauh di atas threshold tersebut mengindikasikan bahwa BPR/S memiliki ketahanan permodalan yang mampu menyerap risiko yang dihadapi, terutama resiko kredit.
Oleh karena itu, sambung Dian, konsolidasi industri dan pemenuhan Modal Inti Minimum terus didorong untuk menjaga ketahanan industri BPR/S dari tantangan perkembangan dan persaingan.
"Selain itu, untuk memitigasi risiko kredit, BPR/S juga aktif membentuk cadangan kerugian sebagai buffer apabila terdapat penurunan kualitas kredit," tuturnya.
Adapun NPL di BPR naik hingga 10,55 persen pada Februari 2024 dibandingkan Februari 2023 di level 8,42 persen. OJK sedang merestrukturisasi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) atau Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) dalam rangka penguatan.
Dian mengungkapkan akan ada pengurangan sekitar ratusan BPR/BPRS lagi dalam prosesnya. Kini, jumlah BPR di Indonesia terdiri dari 1.566 bank pada Maret 2024, menyusut 57 bank dari Desember 2021 yang tercatat masih sebanyak 1.623 BPR. OJK telah mencabut 11 bank sepanjang lima bulan pertama tahun 2024 ini.
Pilihan Editor: Jokowi Akan 'Cawe-cawe' Beresi Bea Cukai, Ini Deretan Masalah yang Disorot Masyarakat