Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengungkap sejumlah modus penipuan baru di sektor jasa keuangan. Dia menyebut salah satu modus kejahatan dapat melalui pinjaman online atau pinjol ilegal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Friderica menyampaikan, modus penipuan itu menjerat korban melalui rekening yang tiba-tiba mendapat transfer uang pinjaman padahal korban tak pernah melakukan permohonan Pinjol.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Penipu akan menelpon minta dikembalikan uang yang salah transfer tersebut," kata Friderica saat menghadiri konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK April 2024 secara virtual, Senin, 13 Mei 2024.
Perempuan yang akrab disapa Kiki itu menjelaskan, ketika sudah ditransfer, pelaku akan mengklaim uang yang diterima oleh korban sebagai utang.
"Hitungannya menjadi utang korban dengan bunga yang berat," tuturnya.
Lebih lanjut, Friderica juga menyebut ada penipuan lain yang bermodus penawaran pekerjaan. Lewat langkah itu, jelas Friderica, pelaku akan membujuk sehingga korban percaya dan mengirimkan uang deposit yang diminta. Setelah uang dikirim, maka pelaku akan melarikan diri bersama uang tersebut tanpa memberikan kejelasan soal pekerjaan yang ditawarkan.
Tak hanya itu, Friderica turut mengingatkan soal penipuan dengan modus meminta OTP kepada para korban. "Ada juga yang meminta OTP buat hack kartu kredit di dalam maupun luar negeri," ujar Frederica.
Friderica menghimbau masyarakat agar selalu waspada. Dia meminta kepada pengguna jasa keuangan untuk tidak menyerahkan data diri dengan mudah, termasuk kepada orang yang mengaku sebagai petugas bank.
Sebagai contoh, kata dia, petugas bank tidak akan pernah meminta kode OTP kepada nasabah. Dia juga mengingatkan agar masyarakat tidak menggunakan pinjol ilegal karena pelaku penipuan dapat menyalahgunakan data pribadi yang korban berikan.