Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Pemerintah berencana menaikkan tarif tenaga listrik untuk 12 golongan non-subsidi mulai 2020. Kebijakan ini diharapkan mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 41 Tahun 2017, penyesuaian tarif tenaga listrik seharusnya dilaksanakan setiap tiga bulan dengan mengacu pada perubahan komponen biaya pokok produksi (BPP) listrik. Komponen tersebut adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, inflasi, dan harga minyak mentah Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun sejak 2017, pemerintah memutuskan menahan penyesuaian tarif listrik. "Sampai akhir tahun ini pun tarif listrik tidak akan berubah," kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana, kemarin.
Sebagai konsekuensinya, kata Rida, pemerintah harus membayar kompensasi BPP listrik kepada PT PLN (Persero). Menurut dia, selama tak ada penyesuaian tarif, komponen BPP bergejolak. Tahun lalu pemerintah menyetorkan kompensasi kepada PLN Rp 23,17 triliun. Hingga triwulan III, kompensasi diperkirakan mencapai Rp 20,83 triliun.
Rida menuturkan biaya kompensasi bisa dikurangi dengan melakukan penyesuaian tarif. Tarif listrik diproyeksi tak akan naik terlalu tinggi jika menilik asumsi kurs dan harga minyak mentah Indonesia dalam Rancangan APBN 2020 yang lebih rendah dari tahun ini. Nilai tukar rupiah diperkirakan 14 ribu per dolar Amerika pada 2020, sementara pada 2019 mencapai Rp 15 ribu. Untuk minyak mentah diasumsikan senilai US$ 60 per barel, turun dari US$ 70 per barel pada 2019. "Harapannya, kondisi yang baik ini berlanjut, sehingga kompensasinya bisa nol," kata Rida.
Untuk membantu mengurangi beban APBN, pemerintah juga akan mengurangi subsidi listrik dengan mencabut subsidi bagi golongan rumah tangga 900 volt-ampere. Anggaran subsidi dapat dihemat hingga Rp 6 triliun jika kebijakan itu diterapkan. Namun Rida menuturkan pemerintah sangat berhati-hati mengambil keputusan ini lantaran layanan itu dinikmati 24 juta pelanggan. "Kami ingin mengurangi subsidi dengan tetap mempertimbangkan daya beli dan kinerja industri," ujar dia.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Hendra Iswahyudi, mengatakan rencana penyesuaian tarif hingga pengurangan subsidi masih dibahas dengan Dewan Perwakilan Rakyat hingga saat ini. Pemerintah meminta PLN menekan biaya produksi listrik.
Anggota Komisi VII DPR, Kurtubi, mengatakan pembahasan kenaikan tarif listrik belum mencapai kesepakatan. "Perlu dipertimbangkan agar tidak berdampak pada inflasi berlebih," kata dia.
PLN enggan berkomentar mengenai rencana pemerintah tersebut. "Kami akan patuh dengan keputusan pemerintah," ujar pelaksana tugas Executive Vice President Corporate Communication PLN, Dwi Suryo Abdullah.
Pakar energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menilai rencana penyesuaian tarif listrik sudah tepat. Pemerintah, kata dia, dapat menghemat anggaran lantaran tak perlu lagi membayar kompensasi. "Keuangan PLN pun lebih baik karena bisa menjual listrik di atas BPP," ujar dia. Namun Fahmy mengingatkan pemerintah agar tak menaikkan tarif listrik berbarengan dengan harga bahan bakar minyak karena memacu inflasi dan menurunkan daya beli.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo