Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan pendapatan negara melanjutkan kinerja baik di tahun 2023 dan tumbuh 48,1 persen secara Year on Year (YoY). Hingga akhir Januari 2023, kata dia, pendapatan negara tercapai sebesar Rp 232,2 triliun atau 9,4 persen dari target anggaran pendapatan belanja negara (APBN).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Mengawali tahun 2023, pertumbuhan pajak sangat baik, di mana per akhir Januari 2023, penerimaan pajak mencapai Rp 162,23 triliun atau 9,44 persen dari target dan tumbuh 48,6 persen YoY,” ujar dia dalam konferensi pers APBN Kita di akun YouTuber Kemenkeu RI pada Rabu, 22 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Sri Mulyani, kinerja penerimaan pajak yang sangat baik didukung oleh peningkatan aktivitas akhir tahun. Hal itu sejalan dengan libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) dan implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.
Berdasarkan jenisnya, PPh Final—pajak yang dikenakan langsung saat Wajib Pajak menerima penghasilan—tumbuh lebih tinggi (YoY). “Karena meningkatnya pembayaran dividen kepada objek pajak serta pengalihan Participating Interest blok migas,” tutur dia
Adapun untuk PPN Dalam Negeri, juga ikut tumbuh didorong peningkatan konsumsi dalam negeri dan implementasi UU HPP. Namun, PPh orang pribadi terkontraksi karena pembayaran ketetapan pajak tidak berulang pada tahun ini.
“Sementara berdasarkan sektornya, seluruh sektor utama tumbuh positif pada Januari 2023 sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi pada bulan Desember 2022,” kata Sri Mulyani.
Sementara, untuk realisasi penerimaan Kepabeanan dan Cukai mengalami sedikit penurunan namun tetap on-track, dipengaruhi turunnya penerimaan Bea Keluar. Penerimaan Kepabeanan dan Cukai mencapai Rp 24,11 triliun (8,0 persen dari target, turun 3,4 persen YoY).
Selanjutnya: Penerimaan Bea Masuk tumbuh....
Penerimaan Bea Masuk tumbuh 22,6 persen (YoY) didorong extra effort, kurs dolar yang meningkat dibandingkan tahun lalu dan kinerja impor yang masih tumbuh. Selanjutnya, Cukai tumbuh 4,9 persen (YoY), dipengaruhi kebijakan tarif, efek limpahan penerimaan dari pemesanan pita cukai November 2022 lalu yang dilunasi di Januari 2023, dan efektivitas pengawasan.
“Sementara kinerja Bea Keluar menurun disebabkan harga CPO yang sudah termoderasi dan turunnya volume ekspor komoditas mineral,” kata Sri Mulyani.
Bendahara negara ini juga menjelaskan kinerja penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di mana hingga akhir Januari 2023 tumbuh signifikan. Angkanya mencapai 103,0 persen (YoY) dengan realisasi sebesar Rp 45,9 triliun (10,4 persen dari target).
Capaian positif tersebut terutama didorong dari realisasi pendapatan sumber daya alam (SDA) minyak dan gas atau migas (8,9 persen dari target) yang ditopang oleh kenaikan kurs. “Sementara SDA non-migas (22,9 persen dari target) berkat tingginya harga batu bara acuan (HBA) dan berlakunya PP Nomor 26 Tahun 2022,” tutur dia.
Pendapatan dari kekayaan negara yang dipisahkan (KND) (9,4 persen dari target) akibat adanya dividen interim yang dibayarkan BUMN. Serta PNBP lainnya (12,7 persen dari target) yang disumbang oleh peningkatan pendapatan atas layanan kementerian dan lembaga dan Penjualan Hasil Tambang (PHT).
“Pendapatan badan layanan umum atau BLU (0,5 persen dari target) juga mencatatkan pertumbuhan positif yang diperoleh dari meningkatnya pendapatan jasa pelayanan pendidikan PTN dan rumah sakit,” ucap Sri Mulyani.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.