Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia atau Aptrindo Gemilang Tarigan mengatakan pihaknya menyetujui langkah pemerintah membatasi subsidi bahan bakar minyak atau BBM jenis solar untuk truk perusahaan yang bergerak di sektor bisnis tertentu. Namun, kebijakan itu mesti dibarengi dengan pemberian stimulus untuk peremajaan armada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sebaiknya subsidi ini (dialihkan) jadi stimulus untuk peremajaan armada. Karena ada truk lebih dari 30 tahun usianya,” ujar Gemilang di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Ahad, 6 Oktober 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gemilang mengusulkan stimulus tersebut berupa keringanan biaya peremajaan kendaraan. Misalnya dengan pemberian down payment atau DP 0 persen untuk pembelian unit truk anyar. Ia juga meminta pengusaha mendapatkan relaksasi untuk pembayaran tenor cicilan dengan jangka waktu panjang.
Ia menyebut, semestinya tenor untuk pelunasan cicilan pembelian armada truk berkisar 5-7 tahun. Menanggapi permintaan pengusaha, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan relaksasi tenor dan keringanan DP bukan kebijakan yang sulit direalisasikan.
“Itu tidak sulit asal dikasih (catatan) perusahaan mana saja yang diberikan (keringanan). Nanti kami bikin contoh dulu, kalau bagus kita jalankan. Nanti diusulkan ke perbankan dan OJK untuk kasih fasilitas,” ucapnya.
Menurut Budi Karya, peremajaan armada penting dilakukan lantaran pemerintah akan segera membatasi usia truk dalam waktu dekat. Ia mengatakan truk yang beroperasi antar-kota kelak tidak boleh berumur lebih dari 20 tahun. Truk yang usianya sudah lebih dari 20 tahun yanga diperbolehkan mengaspal di jalanan dalam kota.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi atau BPH Migas sebelumnya sempat mengeluarkan Surat Edaran Nomor 3865 Tahun 2019 yang berisi pengendalian kuota jenis solar subsidi untuk truk perusahaan sawit dan tambang. Di dalam surat itu, pemerintah ingin mengantisipasi terjadinya over kuota jenis solar subsidi pada pengujung tahun ini.
BPH Migas mencatat, kuota solar bersubsidi tahun ini secara nasional hanya 14,5 juta kiloliter. Angka ini lebih rendah ketimbang 2018 yang mencapai 15,62 juta kiloliter dengan realisasi 15,58 juta kiloliter. Adapun realisasi penyaluran solar bersubsidi per 25 September 2019 sudah mencapai 11,67 juta kiloliter atau setara dengan 80,46 persen dari kuota. Semestinya, realisasi per 25 September 2019 hanya 73,42 persen dari kuota.
Namun, belakangan, BPH Migas mencabut surat itu atas hasilrapat pimpinan dengan Kementerian Energi dna Sumber Daya Mineral atau ESDM pada 27 September 2019. BPH Migas mencabut surat pembatasan kuota subsidi untuk menjaga stabilitas masyarakat.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | BISNIS