Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar transportasi dari Universitas Indonesia (UI) Sutanto Soehodho membuat simulasi perhitungan balik modal dari proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) alias Kereta Cepat Whoosh. Dia menghitung dengan estimasi tarif sekitar Rp 300-600 ribu, serta penumpang yang ditargetkan PT Kereta Cepat Indonesia China atau PT KCIC sebanyak 10.000 orang per hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Artinya dengan rata-rata tiket (Rp 300 ribu+Ro 600) ribu atau rata-rata Rp 450 ribu per penumpang, artinya sekitar Rp 450 ribu kali 10.000 penumpang kali 350 hari sama dengan Rp 1.575.000.000.000 atau sekitar Rp 1,5 triliun revenue dari tiket yang diperoleh per tahun,” ujar Sutanto melalui pesan WhatsApp pada Senin, 16 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika biaya investasi misalnya sekitar Rp 140 triliun, dia melanjutkan, artinya PT KCIC butuh waktu 100 tahun untuk bisa mengembalikan modal. Nilai tersebut belum termasuk biaya operasi dan perawatan bisa mencapai 3 persen per tahun dari biaya investasi atau sekitar Rp 4,2 triliun per tahun. Sehingga, jika dilihat dari hitungan tersebut, penjualan tiket tidak cukup menutup biaya perawatan dan operasional dari sepur kilat itu.
“Hal ini hanya ilustrasi saja, jadi PT KCIC memang perlu lebih banyak farebox revenue melalui perpanjangan rel ke kota-kota lain untuk menambah penumpang. Plus non farebox (pendapatan non tiket) dan subsidi,” tutur Sutanto. “Mudah-mudahan asumsi di atas tidak terlalu pesimistik.” Dia juga meminta agar biaya perawatan dan operasional dicek kembali, agar tidak salah dalam asumsi berhitung.
Biaya operasional dan perawatan kereta cepat
Awal operasional Kereta Cepat Whoosh akan dilakukan konsorsium operasional dan perawatan (Operation and Maintenance Consortium/ OMC) yakni dari China Railway Engineering Corporation dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) PT KAI. General Manager Corporate Secretary PT KCIC Eva Chairunisa mengatakan pengoperasioan kereta cepat membutuhkan sumber daya manusia dengan keterampilan spesifik dan penguasaan teknologi yang baik.
“Adapun biaya untuk OMC kereta cepat, sudah disepakati dengan konsorsium tidak lebih dari Rp 1 triliun per tahunnya. Adapun pada masa uji coba ini OMC sudah mulai menjalankan operasional kereta cepat,” ujar Eva melalui pesan pendek pada 15 September 2023 lalu.
Eva juga pernah menjelaskan soal sumber pendapatan lain di luar tiket untuk menambal kebutuhan biaya operasional pada awal masa operasi kereta cepat. Dia menyebutkan mulai dari bisnis lapak untuk gerai retail serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di stasiun; hak penamaan stasiun; iklan; serat optik: pengembangan properti; hub mobilitas; hingga sejumlah lini bisnis lainnya.
"Skema TOD (transit oriented development) akan masuk dalam pengembangan properti. Kami akan bekerja sama dengan pengembang," kata Eva.
Untuk saat ini, Eva berujar, ada beberapa kerja sama bisnis yang bisa terealisasi. Contohnya kehadiran pedagang pada masa uji coba operasi mendatang. Untuk itu, pengurusan kerja sama dan kontrak dilakukan sejak dini sebelum kereta cepat beroperasi. "Pengembangan kerja sama bisnis akan terus dilakukan," ujarnya.
Target balik modal versi BUMN
Soal balik modal proyek Kereta Cepat Whoosh juga sempat disinggung oleh Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo. “Kalau proyek infrastruktur dasar seperti ini kan balik modalnya bisa 30-40 tahun,” ujar Tiko—sapaan Kartika Wirjoatmodjo—di Kantor InJourney, Sarinah, Jakarta Pusat, pada Selasa, 3 Oktober 2023.
Menurut dia, infrastruktur dasar seperti KCJB memang dibangun untuk jangka panjang yang bisa mengubah pola peradaban transportasi Indonesia. Sejak dulu, arahan dari Presiden Jokowi, kereta cepat memang proyek jangka panjang yang harus dilihat 40 tahun ke depan. “Nggak ada proyek transportasi seperti ini 10 tahun (balik modal). Harus paling nggak 20 tahun ke depan,” tutur Tiko.