Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Pharos Indonesia mengklaim insiden tercemarnya suplemen Viostin DS oleh komponen dari DNA babi merupakan kejadian yang pertama kali. Selama 45 tahun perusahaan berdiri, belum pernah sekalipun terjadi insiden seperti ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Corporate Communications Director PT Pharos Indonesia Ida Nurtika menyebut perusahaannya memiliki standar produksi produk yang ketat dan terjaga. "Yang terjadi adalah tercemar atau terkontaminasi, bukan mengandung, tapi sayangnya banyak yang sudah salah persepsi," katanya saat bertandang ke kantor Tempo, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa, 6 Februari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ida beralasan, Viostin DS hanya tercemar, bukan mengandung komponen babi. Sebab, dalam uji sampling yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), tidak semua menunjukkan hasil positif mengandung babi. "Beberapa sampling hasilnya malah negatif," katanya.
Menurut Ida, kontaminasi berasal dari salah satu bahan baku Viostin DS, yaitu chondroitin sulfat, yang didatangkan dari salah satu pemasok di Spanyol. Padahal, dalam data milik Lembaga Pengkajian Pangan, Obatan-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), pemasok tersebut telah mengantongi lisensi halal untuk memasok bahan baku tersebut.
Seusai gaduh soal kandungan babi pada suplemen Viostin DS dan Enzyplex tablet, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah resmi mencabut izin edar kedua produk. BPOM juga meminta PT Pharos Indonesia dan PT Mediafarma Laboratories, produsen Enzyplex, menarik semua produk dari pasaran.
Dalam penelusuran PT Pharos Indonesia, kata Ida, pencemaran memang terjadi pada bahan baku. Indikasi tersebut ditemukan sejak 29 November 2017 dan penarikan pun memang langsung dilakukan sehari kemudian. "Menjadi gaduh karena surat bocor oleh BPOM, padahal suratnya bocor atau tidak, penarikan tetap akan dilakukan," ujarnya.