Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rizal Ramli mendadak menyampaikan pernyataan soal dugaan mismanajemen di tubuh perusahaan negara, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Berbagai tudingan disampaikan Rizal Ramli yang pernah menjabat sebagai Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman di bawah Presiden Joko Widodo. Tudingan itu mulai dari kerugian perusahaan selama tiga tahun terakhir hingga indikasi adanya permainan dalam pembelian logistik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sejauh ini BUMN digunakan sebagai alat mobilisasi dana, politik dan bancakan," kata Rizal Ramli dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin, 25 Juni 2018. "Kasus pada Garuda adalah contoh dari mismanajemen dan ketidakmampuan, ketidakprofesionalan Menteri BUMN," kata dia.
Baca juga: Luhut Sebut Belum Ada Rencana Rombak Direksi Garuda Indonesia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Garuda Indonesia saat ini memang tengah didera sejumlah masalah. Persoalannya mulai dari keuangan perusahaan yang terus memerah dalam beberapa tahun terakhir hingga konflik industrial dengan Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) dan Asosiasi Pilot Garuda (APG) yang berujung pada ancaman mogok pada pekan kedua Juli 2018.
Menurut Rizal Ramli, setidaknya ada enam masalah utama di tubuh Garuda Indonesia. Pertama, Garuda menderita kerugian dalam tiga tahun terakhir. Nilainya berturut-turut yaitu US$ 399,3 juta tahun 2014, US$ 213,4 juta di tahun 2017, dan perkiraannya US$ 256 juta pada tahun ini.
Baca juga: Urus Masalah Garuda Indonesia, Luhut: Saya Tidak Kurang Kerjaan
Kedua pengangkatan delapan direksi Garuda tidak berlandaskan kompetensi, tapi hanya akomodasi politik. Ketiga, manajemen Garuda Indonesia tidak berani mengambil keputusan untuk pembatalan pembelian pesawat-pesawat yang tidak diperlukan.
Bahkan, kata Rizal Ramli, pada bulan Juli 2015, Garuda memiliki masalah karena membeli pesawat secara ugal-ugalan dan mark up. "Kemudian terbukti di KPK untuk jenis pesawat bombardier dan air bus A380," kata Rizal.
Keempat, penerbangan dan rute manajemen payah. Kelima, permainan dan patgulipat di Garuda dalam pembelian logisitik. Lalu terakhir, strategi pemasaran Garuda yang amburadul karena mencapurkan premium airline dengan strategi low cost carrier, seperti Citilink. "Padahal Garuda disegani karena reputasi, safety yang tinggi, dan memiliki kualitas pelayanan terbaik di dunia."
Namun tudingan itu dibantah oleh Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia Hengki Heriandono. "Garuda Indonesia menyampaikan apresiasi atas dukungan dan komitmen peningkatan kinerja operasional yang disampaikan oleh Bapak Rizal Ramli," demikian kata Hengki dalam keterangannya, Senin, 25 Juni 2018.
Hengki membantah, jumlah direksi merupakan hasil akomodasi politik. Menurut dia, struktur manajemen saat ini sebenarnya menyeleraskan dengan tren dan volume bisnis perusahaan yang terus berkembang. Soal dugaan mark up, Hengki mengklarifikasi bahwa Garuda Indonesia tidak pernah mengagendakan pengadaan pesawat Airbus A380.
Ia membenarkan perusahaan menderita kerugian dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi, perbaikan telah dilakukan secara kontinyu. Pada kuartal pertama 2018, Garuda Indonesia berhasil menekan kerugian maskapai hingga sebesar 36,5 persen menjadi US$ 64,3 juta atau setara Rp 86,8 miliar (Kurs Rp 13.500). Capaian Garuda Indonesia ini lebih baik dibandingkan periode sama tahun 2017 sebesar US$ 101,2 juta atau sekitar Rp 136 miliar.