Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu, 12 Februari 2025, ditutup menguat tipis sebesar 7 poin di level Rp 16.376 per dolar AS. Padahal, Pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi mengatakan rupiah sempat melonjak hingga 35 poin sebelum akhirnya terkoreksi. Penguatan diprediksi masih bersifat sementara di tengah tekanan eksternal yang belum mereda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ibrahim menilai faktor eksternal masih mendominasi pergerakan rupiah, terutama kebijakan perdagangan proteksionis yang kembali digencarkan oleh Presiden AS Donald Trump. “Investor masih mencermati dampak dari tarif perdagangan yang lebih tinggi yang diberlakukan oleh Trump. Kebijakan ini berpotensi mendukung inflasi di AS dan membebani pertumbuhan ekonomi dalam beberapa bulan ke depan,” ujar Ibrahim dalam keterangan resmi, Rabu, 12 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, sikap Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell, kata Ibrahim, menyampaikan The Fed tidak terburu-buru memangkas suku bunga turut membebani pergerakan rupiah. Powell dalam kesaksiannya di hadapan Komite Perbankan Senat pada Selasa lalu menegaskan bahwa ekonomi AS masih cukup kuat meskipun The Fed telah memangkas suku bunga sebesar 1 persen pada tahun 2024.
“The Fed masih enggan memberikan sinyal pemangkasan suku bunga lebih lanjut, dan ini membuat dolar tetap kuat di pasar global,” kata Ibrahim. Sementara itu, data inflasi indeks harga konsumen (CPI) AS yang dirilis hari ini juga menjadi perhatian pelaku pasar, dengan analis Goldman Sachs memperkirakan angka inflasi yang stabil atau bahkan sedikit lebih tinggi dari ekspektasi.
Dari dalam negeri, ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 diprediksi tetap stabil dengan pertumbuhan sekitar 4,98 hingga 5 persen, ditopang oleh konsumsi domestik dan investasi. Namun, Ibrahim menilai konsumsi masyarakat masih cenderung datar, terlihat dari kondisi net bank balance yang negatif. “Ini menunjukkan bahwa masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah, telah menguras tabungan mereka untuk mempertahankan konsumsi,” ujarnya.
Sejumlah kebijakan pemerintah, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG), kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen, serta diskon listrik 50 persen selama Januari-Februari 2025, dinilai masih belum memberikan dampak signifikan terhadap daya beli masyarakat. “Program MBG memang akan mendukung sektor logistik dan makanan minuman, tetapi karena masih berjalan bertahap, kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal pertama hanya sekitar 0,1 persen,” katasnya.
Kinerja ekspor juga diprediksi masih stagnan, sementara impor justru berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi. Tren ini mirip dengan tahun lalu, ketika peningkatan impor menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.
Adapun untuk perdagangan besok, rupiah diprediksi bergerak fluktuatif dengan kecenderungan melemah di kisaran Rp 16.360 hingga Rp 16.430 per dolar AS. “Tekanan dari kebijakan ekonomi AS masih akan mendominasi pergerakan rupiah, terutama dengan ketidakpastian arah suku bunga The Fed dan dampak tarif perdagangan Trump,” ujar dia.
Dengan situasi global yang masih bergejolak, rupiah masih harus menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan penguatannya. Pemerintah dan otoritas keuangan domestik perlu terus mengantisipasi tekanan eksternal agar stabilitas ekonomi nasional tetap terjaga.
Pilihan Editor: Tak Ingin Bergantung pada Dolar AS, BI Terapkan Kebijakan Local Currency Transaction