BISAKAH mengundang turis sonder menjual keindahan alam dan kesenian? Singapura sudah membuktikannya. Lebih dari tiga juta turis, tahun lalu, masuk ke sana. Judith Soeryadjaya, Presiden Direktur Astrindo Tours & Travel, menemukan jawaban mengapa negeri tanpa gunung dan lembah itu bisa menarik wisatawan. Sektor swasta di sana, dengan dukungan penuh pemerintah, sudah puluhan kali terbilang sukses menyelenggarakan pelbagai konperensi dan seminar internasional. Ratusan peserta datang. Kaum profesional dan pengusaha berkantung tebal itu tidak hanya tiga atau empat hari tinggal di sana. Belanja mereka juga tidak hanya ratusan dolar. Keberhasilan Singapura itu diceritakan Judith dengan polos kepada seorang tamunya ketika, pekan lalu, memperkenalkan Astrindo dalam jamuan sederhana di Mercantile Club, Jakarta. "Kenapa kita yang punya kekayaan alam tidak berbuat lebih dari itu?" kata putri bungsu pengusaha William Soeryadjaya itu. Sebuah peluang kemudian terlihat. Astrindo, yang didirikan dengan modal Rp 1 milyar dan bermula hanya mengurusi kesibukan perjalanan para pejabat Astra International, lalu mencoba masuk ke sana. Berhasil. Perusahaan yang, kata Presdir Judith, ibarat bayi berusia tiga bulan itu, Juni mendatang akan menyelenggarakan Konperensi Robusta Internasional sekaligus Pertemuan Dewan Direktur Robusta di Denpasar. Sekitar 300 peserta diharapkan datang pada debut pertamanya itu. Konperensi itu sendiri akan berlangsung tujuh hari. Tapi Astrindo berharap, mereka akan lebih lama tinggal di sana -- untuk berbelanja, nonton kesenian, atau jalan-jalan melihat gunung. Dengan demikian, mudah-mudahan, mereka akan banyak mencecerkan dolar di sini. Kerja sama dengan pihak perhotelan, biro perjalanan, bahkan perusahaan penerbangan, karena itu, sangat diperlukan. Dengan mereka ini, yang akan bertindak sebagai subkontraktor, Astrindo berbagi dolar. "Yang harus kami utamakan adalah kualitas pelayanan agar para peserta puas," kata Judith. Pasar yang digarap Astrindo adalah pasar yang memberikan hasil tinggi bagi industri jasa pariwisata. Usaha menggarap pariwisata dengan cara itu sebelumnya sudah dilakukan Muangthai yang, tahun lalu saja, bisa menyelenggarakan 350 seminar atau konperensi internasional, dan memasukkan sedikitnya 40 ribu peserta. Selama seminggu tinggal di Negeri Gajah itu, pengeluaran mereka sehari sedikitnya US$ 350 -- jauh di atas pengeluaran turis biasa yang hanya US$ 100. Siapa tahu, dengan ikhtiar seperti itu, sektor swasta di sini bisa menaikkan kunjungan wisatawan, yang membawa dolar lebih tebal. Sejumlah organisasi profesi, yang telah memahami penyelenggaraan konperensi semacam itu bukan jadi beban organisasi, sudah menyatakan dukungannya. "Hanya untuk memperkenalkan bidang garapan ini pada pemerintah agak sulit," kata seorang eksekutif Astrindo. Halo, Dapartemen Pariwisata....
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini