Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
FOTO Fatin Shidqia, juara kontes pencarian bakat X Factor Indonesia, terpampang di spanduk ungu berukuran besar di depan gerai Rabbani, Jalan Laksa Adisucipto 149, Sleman, Yogyakarta. Puluhan fatinistic—sebutan buat penggemar Fatin—juga sudah asyik menunggu untuk ngabuburit bersama idola berusia 17 tahun itu, Kamis sore pekan lalu. "Fatin kami tunjuk sebagai duta produk kami untuk menarik pasar remaja," ujar Manajer Promosi dan Acara CV Rabbani Assysa, Ridwan Nul Karim, kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Rabbani adalah salah satu pemain lama dalam bisnis kerudung dan busana muslim. Menggagas usaha sejak 1994, perusahaan yang dikenal dengan slogan Profesor Kerudung Indonesia ini sempat mencicipi manisnya pasar di segmen tersebut hingga 2009. Namun, mulai 2010, muncul kompetitor baru dan terjadi pergeseran gaya busana muslim.
Para hijaber—wanita muda yang mengenakan hijab—membawa tren baru dalam berbusana muslim. Jilbab dan kerudung yang modelnya monoton menjadi lebih bervariasi dan penuh warna. Busana muslim dan kerudung jadi pasar yang sangat menarik. Bukan hanya pasar domestik yang terus membesar, permintaan dari luar negeri juga mengalir deras.
Munculnya banyak pesaing sempat membuat bisnis Rabbani melambat. Apalagi di tengah serbuan gaya hijaber yang sangat modis, Rabbani konsisten untuk tidak keluar dari pakem mereka dalam menjual busana muslim yang harus menutup aurat, tidak transparan, dan tidak membentuk tubuh.
Berbagai cara dilakukan agar bisa bertahan dan terus meningkatkan penjualan. Misalnya menjaga loyalitas pelanggan dengan turun langsung ke tempat pengajian, memberi diskon khusus, dan turun langsung ke daerah-daerah dengan cara menggenjot promosi di media lokal.
Sayangnya, arus tren baru tidak bisa dibendung. Mau tidak mau, Rabbani mesti masuk ke pasar anak muda untuk mendongkrak penjualan. Hingga akhirnya, pada 2013, Rabbani resmi menggandeng Fatin sebagai duta produk mereka.
Dengan 141 gerai dan 1.500 agen yang tersebar di seluruh Indonesia, perusahaan berhasil mencetak angka penjualan sekitar Rp 500 miliar pada 2013. Tahun depan Rabbani berencana menggenjot angka penjualan dengan meluncurkan merek baru. Brand ini untuk remaja dan wanita muda yang semakin gaya tapi tetap sesuai dengan syariah. "Targetnya, kontribusi penjualan busana muslim bisa naik dari 11 persen jadi 30 persen," kata Ridwan.
Bermain di pasar remaja dan wanita muda di bawah usia 30 tahun juga diterapkan oleh Al-Fath, perintis bisnis busana muslim asal Yogyakarta. Perusahaan yang berdiri sejak 1989 dan memiliki lima gerai yang tersebar di Pulau Jawa ini mulai menjual produk dengan merek Karita sejak awal 2000-an, jauh sebelum tren hijaber muncul. "Tapi itu bukan fokus bisnis kami. Bisnis kami kembali ke dasar, yaitu busana muslim untuk keluarga yang terjangkau," kata Area Manager Al-Fath, Febriana Tahtya Rini.
Febriana mengakui serbuan tren baru itu memang berdampak pada penjualan. Al-Fath pernah sampai harus menutup salah satu gerainya di Cipete, Jakarta Selatan, akibat kalah bersaing karena mencoba mengikuti tren. Namun itu tidak melebar karena target segmen Al-Fath jauh lebih luas.
Belajar dari pengalaman tersebut, akhirnya perusahaan milik Grup Margaria ini kembali ke konsep awal yang menyediakan pilihan busana muslim untuk beragam usia. Untuk meningkatkan penjualan, berbagai inovasi juga dilakukan, seperti menyediakan oleh-oleh haji dan umrah, jasa menghias mahar pernikahan, hingga jasa tata rias dan kreasi jilbab modern.
Strategi tersebut terbukti ampuh menggairahkan bisnis perusahaan. Perlahan tapi pasti, Al-Fath setidaknya bisa kembali menghasilkan transaksi hingga sekitar Rp 500 juta per bulan untuk setiap gerai sejak tahun lalu. Angka ini bisa melonjak dua-tiga kali lipat setiap musim haji dan LeÂbaran.
Gustidha Budiartie
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo