Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TRADISI silaturahmi di rumah Budi Santoso pada Idul Fitri, Agustus lalu, tak sekadar diisi temu kangen dan saling memaafkan. Tuan rumah berusia 54 tahun itu menitip pesan kepada setiap tamunya dengan mengutip falsafah Jawa, "Urip mung mampir ngombe, ojo nganti kepleset." Artinya, "Hidup cuma sebentar, jangan sampai salah melangkah."
Nasihat itu pula yang disampaikan kepada Tjipta Purwita. Tjipta adalah Direktur Utama Inhutani II, yang baru dilantik pada 17 Juli lalu, menggantikan Budi, yang menjabat sejak lima tahun silam. "Jabatan itu amanah, kerjakan dengan profesional," ia mengulang nasihatnya, Kamis pekan lalu. Apalagi perusahaan sedang berbenah setelah didera kerugian sembilan tahun berturut-turut.
Soal pencopotannya, meski awalnya kecewa, Budi memilih pasrah. Ia mengaku mendukung Tjipta, adik angkatannya di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Kocok ulang direksi baru menandai era penyatuan aset Inhutani I sampai V ke dalam Perum Perhutani. Dari penyatuan ini, lahan pengelolaan hutan Perhutani seluas 2,4 juta hektare bakal bertambah 1,4 juta hektare milik Inhutani. Jumlah direktur dipangkas hanya direktur utama dan satu direktur untuk masing-masing Inhutani, melalui proses seleksi ulang.
Namun kocok ulang itu menimbulkan gejolak. Sumber Tempo menyampaikan kecurigaan meluas di kalangan direksi kelima Inhutani terhadap proses dan hasil uji kelayakan yang mendadak. "Prosesnya tertutup dan tidak diketahui siapa saja yang ikut," kata sumber tadi.
Mereka mempersoalkan saratnya intervensi dari Bambang Sukmananto, Direktur Utama Perhutani, yang bakal jadi nakhoda baru. Kecurigaan juga mengarah pada dua direktur terpilih yang dituding tak mengikuti tes, yaitu Didik Arjo Gunawan, Direktur Utama Inhutani I, dan Enny Hanifah Affan, Direktur Inhutani IV. "Tidak diketahui kapan mereka diseleksi," kata si sumber.
Faktor kedekatan dengan Bambanglah yang dianggap lebih menentukan. Maklum, mereka teman satu angkatan di Jurusan Teknologi Hasil Hutan IPB tahun 1978, atau dikenal dengan sebutan Angkatan 15. Begitu pula Hadi Siswoyo, yang terpilih sebagai Direktur Utama Inhutani IV, dan Pudja Sutata, Direktur Inhutani I.
Adapun Tjipta Purwita dan Bambang Setiabudi di Inhutani II, Bambang Widyantoro di Inhutani III, serta Endro Siswoko di Inhutani V juga lulus dari jurusan yang sama di IPB. Tapi mereka dari angkatan berbeda.
Menteri BUMN Dahlan Iskan mengakui peran Bambang dalam penentuan direksi. Bobot rekomendasi Bambang disandingkan dengan hasil seleksi Kementerian. Dahlan membenarkan empat direktur terpilih adalah teman Bambang seangkatan. Dia tak ciut terhadap tuduhan nepotisme dalam seleksi. "Sepanjang memenuhi syarat, kenapa tidak?" ujarnya Kamis pekan lalu.
Muhammad Zamkhani, Deputi Bidang Usaha Industri Primer Kementerian BUMN, memastikan seleksi berlangsung adil dan sesuai dengan aturan. Seleksi juga mengacu pada kebijakan Dahlan, yang menggunakan prinsip the dream team. "Tidak ada titipan khusus," katanya.
Bambang juga tak membantah telah memberi rekomendasi. Tapi ia enggan mengakui perannya. "Tidak ada intervensi, terpilihnya mereka hanya kebetulan."
Pengaruh Bambang dalam penyatuan Inhutani ke Perhutani memang kuat. Mantan Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Usaha Hutan Kementerian Kehutanan ini masuk tim pengkaji rencana penggabungan sejak era Menteri Mustafa Abubakar. Status Bambang sebagai teman kuliah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menempuh strata 3 di IPB pada 2007 dianggap menguatkan posisinya. "Tidak ada hubungannya," Bambang menampik.
Menurut dia, kerugian yang mendera kelima Inhutani adalah akibat direksi yang kurang kompak. Hasil kajian tim itu merekomendasikan agar direksi baru kelak harus lebih solid. Bambang juga menyoroti tabiat pimpinan yang kurang peka terhadap kondisi krisis Inhutani. "Perusahaan terus merugi, seharusnya main golfnya dikurangi," ia balik menasihati.
Akbar Tri Kurniawan, Satwika Gemala Movementi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo