Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan alasannya menggandeng Vietnam untuk membudidayakan benih lobster Indonesia. Ia menilai, ketersediaan benih lobster yang melimpah di Indonesia tidak didukung dengan ekosistem budidaya Tanah Air yang belum terbentuk dengan baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Di Indonesia pesan keramba aja mesti ke Akuatek (di Bandung), cuma itu satu-satunya. Dan itu pasti antre lama," katanya ditemui di kawasan Jakarta, Senin, 29 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyebab lainnya, ujar Trenggono, soal ketersediaan pakan. Ia mengatakan bahwa nelayan Indonesia yang berbudidaya benih lobster perlu mencari pakan ikan rucah. Sementara kebutuhan pakan pembudidaya lobster di Vietnam sudah tersuplai dengan baik.
"Jadi Indonesia harus bisa setara dengan seperti itu," ucapnya.
Dari segi kebijakan, Trenggono mengakui bahwa tidak bisa mencegah ekspor ilegal benih bening lobster, khususnya ke Vietnam. Meski beberapa kali berhasil menangkap kegiatan ekspor benih lobster, menurut dia, Indonesia lebih banyak kecolongan.
"Kalau kita enggak mampu melakukan (sendiri), memang musti harus kolaborasi, kerja sama," ucapnya.
Dari hasil pertemuannya dengan pemerintah Vietnam, ia menyebutkan sudah ada lima perusahaan dari Vietnam yang bakal berinvestasi untuk budi daya benih lobster di Indonesia. Ia menuturkan bahwa proses kerja sama itu sedang berlangsung dengan membuat budi daya di wilayah dekat Jembrana, Bali.
"Kenapa di situ? Berdasarkan riset mereka mungkin karena arusnya, lebih cocok di situ," ujar Sakti.
Sebab, katanya, budi daya benih lobster ini tidak bisa ditempatkan di sembarang tempat. Hal itu untuk mengoptimalkan tingkat keberhasilan budi daya.
Dengan kerja sama ini, Menteri Trenggono tidak khawatir lagi terhadap persaingan yang muncul dengan Vietnam. Sebab, menurut dia, meski benih lobster melimpah di Indonesia, ia mengakui industri yang belum mendukung menjadi alasan Indonesia tidak bakal mampu menyaingi Vietnam.
"Sekarang ini kita udah enggak bisa apa-apa kok. Benih lobster lolos terus ratusan juta yang jalan ke sana (Vietnam)," ujarnya.
Karena itu, ia menekankan pentingnya kolaborasi dengan Vietnam untuk urusan budi daya benih lobster ini. Trenggono optimistis dalam 5-10 tahun mendatang Indonesia akan memiliki kemampuan yang setara dengan Vietnam pada hari ini. Hal itu digambarkan dengan kemampuan sektor pemijahan sel alami yang dimiliki Indonesia dengan jumlah besar.
"Benefit (kolaborasi) ini satu, PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) meningkat. Bayangkan kalau misalnya 200 juta (benih) yang kita izinkan keluar, kira-kira kita dapat Rp600 miliar (PNBP)," katanya.
Tak hanya itu, ia mengklaim nantinya hasil dari budi daya dalam negeri bakal menjadi masif dalam lima tahun ke depan.
"Pada saatnya nanti harapan saya budi daya itu akan bergeser, tidak lagi di sana (Vietnam) tapi digeser ke sini (Indonesia)," ujar Trenggono.
Selain itu, lewat kerja sama budi daya benih lobster ini, ia mengatakan bahwa Vietnam bakal mendapatkan status legal dengan sertifikat. Dengan begitu pula, Indonesia mendapatkan pendapatan dari PNBP yang dibayarkan dari ekspor benih ke Vietnam.
"Kita juga akan belajar soal impor teknologi dan impor etos kerja, karena etos kerjanya mereka itu jauh sekali dibandingkan dengan kita," ucapnya.
Trenggono telah menerbitkan aturan yang membolehkan ekspor benih lobster. Aturan itu mengubah larangan ekspor yang sudah diteken menteri KKP terdahulu, Susi Pudjiaastuti sejak 2015 lalu. Namun hanya investor yang sudah membudidayakan benih di Indonesia yang boleh mengekpos benur ke luar negeri, utamanya Vietnam.