Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koperasi dan UKM akan membentuk satuan tugas atau satgas untuk memverifikasi koperasi. Kemenkop UKM bakal menyisir koperasi mana saja yang murni melaksanakan layanan jasa untuk anggotanya (close loop) dan koperasi yang terbukti membuka praktik jasa keuangan, seperti asuransi (open loop).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyisiran itu sesuai dengan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Beleid itu mengatur koperasi jasa keuangan akan berada di bawah izin dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Akan diverifikasi betuk mana koperasi yang melakukan shadow making, tapi badan hukumnya masih koperasi simpan pinjam," tutur Teten dalam konferensi pers kinerja dan outlook 2023 Kementerian Koperasi dan UKM di kantornya, Jakarta Selatan, pada Senin, 26 Desember 2022.
Setelah proses verifikasi selesai, Satgas akan memberikan dua opsi terhadap koperasi yang terbukti melakukan praktik jasa keuangan atau open loop. Pilihan pertama, koperasi tersebut harus mengganti badan hukumnya menjadi koperasi jasa keuangan dan berpindah ke bawah pengawasan OJK.
Sedangkan plihan kedua, koperasi tersebut harus menghentikan praktik jasa keuangan mereka dan kembali menjadi koperasi yang murni melakukan jasa untuk anggotanya atau koperasi close loop. "Enggak boleh lagi mereka di wilayah abu-abu," tutur Teten.
Teten berujar, pasca-disahkannya UU PPSK, pihaknya memiliki kerangka kerja yang lebih jelas dalam memperlakukan koperasi. Sebab, kementeriannya kini hanya akan mengurus dan mengawasi koperasi close loop.
Sebelumnya, Teten mengaku kesulitan mengurus koperasi open loop yang masih berbadan hukum koperasi close loop. Sebab, tidak ada mekanisme penyelesaian koperasi bermasalah di kementeriannya. "Tidak seperti mekanisme penyelesaian di sektor keuangan lainnya, seperti perbankan," kata teten.
Adapun dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, Kementerian Koperasi dan UKM tidak memiliki kewenangan pengawasan. Karena, pengawasan koperasi berada di tangan pengurus koperasi itu sendiri.
Sehingga, koperasi itu mengawasi dan meregulasi lembaganya sendiri. Sementara itu ketika koperasi membesar, hubungan antar-anggota koperasinya tidak seideal yang diasumsikan. Dengan begitu, sistem pengawasan mendiri tersebut tidak bisa dilakukan untuk menyelesaikan koperasi bermasalah.
Teten mengungkapkan ada delapan koperasi bermasalah yang sedang diurus oleh kementeriannya. Total dana kerugian dari koperasi bermasalah tersebut mencapai Rp 26 triliun. Teten pun mengaku kesulitan menyelesaikan koperasi bermasalah tersebut.
Karena itu, pihaknya tengah melakukan inovasi kelembagaan dan pengembangan ekosistem melalui penguatan regulasi RUU Perkoperasian. Kini, Kemenkop UKM tengah membentuk kelompok kerja (pokja) untuk membahas legal draft maupun naskah akademinya.
Teten juga mengaku sudah melakukan konsultasi publik dan berkoordinasi dengan para stakeholder yang relevan, termasuk dengan parlemen. Dia berharap revisi RUU Koperasi dapat segera tuntas tahun depan.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.