Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Cari Pasangan Berdasar Bibit Bebet Bobot, Masih Perlu?

Memilih pasangan berdasar bibit, bebet, dan bobot sesuai dengan tujuan pernikahan di zaman dulu, tapi masih perlukah di zaman modern?

9 Agustus 2022 | 20.33 WIB

Ilustrasi mertua. Shutterstock.com
Perbesar
Ilustrasi mertua. Shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Zaman dulu, bibit (garis keturunan), bebet (status sosial ekonomi), dan bobot (kepribadian dan pendidikan) atau 3B dijadikan kriteria untuk memilih pasangan dan mungkin sebagian orang masih menganggapnya penting. Namun, apakah tiga kriteria itu masih relevan di zaman sekarang?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Psikolog klinis dan peneliti relasi internasional Pingkan Rumondor mengatakan bibit, bebet, dan bobot sesuai dengan tujuan pernikahan di zaman dulu, yaitu untuk mengamankan harta, tanah, dan kedudukan. Ketika itu, cinta tidak masuk dalam kriteria penting dan kehidupan bergantung pada status yang dibawa sejak lahir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Kalau sekarang, zaman sudah modern. Banyak kemajuan teknologi, orang semakin gampang tinggal di kota besar sehingga latar belakang jadi bermacam-macam dan kesempatan untuk berkembang semakin luas," tutur Pingkan.

Dia menambahkan kaum dewasa muda kini punya kesempatan untuk menyampaikan perspektif tentang pasangan pilihan sehingga diperlukan penyelerasan pandangan antara pasangan, keluarga, dan masyarakat. "Jadi kalau di zaman seperti ini, maka perlu dilihat kembali, perlu ditinjau kembali dengan keadaan zaman sekarang," imbuhnya.

Melihat hal tersebut, Closeup melakukan studi yang memperlihatkan kriteria generasi muda dalam memilih pasangan telah mengalami pergeseran. Menurut Head of Marketing Oral Care Category PT Unilever Indonesia Tbk, Distya Tarworo Endri, generasi muda kini lebih mendambakan chemistry secara interpersonal, pemikiran yang luas, dan visi yang sejalan.

"Usia yang sepantar, latar belakang ekonomi, dan persamaan suku atau ras kini kurang diprioritaskan," ujar Distya.

Studi kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan Closeup melibatkan lebih dari 160 responden dari berbagai wilayah Indonesia, terdiri dari yang sedang menjalani hubungan nonkonvensional, orang tua, hingga individu yang masih lajang. Hasilnya, hampir seluruh responden setuju pedoman 3B pada dasarnya masih baik untuk diterapkan. Namun, hanya dua dari 10 orang merasa definisi 3B yang sekarang berlaku masih relevan. Sementara lima dari 10 orang menginginkan makna yang lebih segar dari filosofi 3B.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus