Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dulu seni grafiti dianggap sebagai vandalisme dan mengotori kota, sekarang justru para seniman jalanan ini sudah mendapat pengakuan. Hal ini terlihat dari keberadaan karya grafiti kolaborasi seniman asal Jakarta, Darbotz, dengan seniman asal Berlin, Jerman, Snyder. Gambarnya terbentang di sepanjang dinding Terowongan Kendal, kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karya ini dibuat untuk memperingati hubungan 25 tahun persahabatan Jakarta dengan Berlin sebagai sister city. Sejak Juli lalu, karya Darbotz dan Snyder menemani warga yang melintas dari Stasiun KRL Sudirman menuju arah Stasiun Kereta Bandara BNI City. Pada malam hari, kawasan ini terlihat semakin meriah dengan permainan tata cahaya warna-warni di atap terowongan. Darbotz, yang karyanya identik dengan bentuk monster cumi-cumi, mengakui belakangan apresiasi terhadap seni grafiti di Indonesia, terutama Jakarta, semakin baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bentuk apresiasi itu, kata Darbotz saat diwawancarai Tempo beberapa waktu lalu, terlihat dari beberapa kali karya para seniman grafiti dipamerkan di galeri dan acara-acara seni kelas nasional dan internasional. "Di kota besar di negara lain, pemerintahnya punya tim pembasmi mural atau grafiti. Di Jakarta justru apresiasinya semakin bagus," kata Darbotz, yang tak mau diketahui identitasnya. Keterlibatan Darbotz dan Snyder dalam pembuatan mural di Terowongan Kendal pun melibatkan kurator dari Dewan Kesenian Jakarta.
Tak hanya karya Darbotz dan Snyder yang menghiasi kawasan Dukuh Atas, di sini ada titik keramaian lain yang bisa dimanfaatkan warga, yakni spot budaya Dukuh Atas. Area yang terletak di samping Stasiun Sudirman ini baru diresmikan pada pertengahan Agustus lalu dan dirancang untuk dijadikan ajang aktivitas seni dan kebudayaan, seperti musik dan stand-up comedy. Sejak tahun lalu pemerintah DKI memang gencar membangun titik-titik semacam ini di sepanjang Sudirman.
Komunitas seni yang rutin meramaikan spot budaya tersebut adalah para musikus yang tergabung dalam program Musik Tepi Barat. Sebetulnya program ini digelar pemerintah DKI untuk meramaikan perhelatan Asian Games pada tahun lalu. Berbagai grup musik tampil di area pedestrian di sekitar Mall FX Sudirman dan Bundaran Senayan secara gratis untuk menghibur para pejalan kaki. Belakangan program ini dibuat rutin setiap Selasa dan Jumat sore. Di luar komunitas seni, kawasan Dukuh Atas juga menjadi tempat bermain para penyuka olahraga papan luncur atau skateboard. Bersamaan dengan pembukaan spot budaya, pemerintah DKI membuka taman bermain khusus papan luncur, sepeda BMX, dan sepatu roda. Tapi, sayangnya, rancangan skatepark ini dianggap tidak ideal oleh para penyuka skateboard.
Kevin, 17 tahun, warga Matraman yang sengaja menjajal taman ini pada Kamis lalu, mengatakan tata letak rintangan di area ini terlalu berdekatan dan tidak cocok untuk bermain skateboard. Kevin, yang datang bersama enam teman lainnya, akhirnya memilih bermain papan luncur di trotoar. "Enggak enak soalnya, bentuknya enggak jelas, malah enggak nyaman main di skatepark."