Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Pakar Sebut Sosialisasi Imunisasi Lebih Mudah lewat Media Sosial

Pakar mengatakan informasi lewat media sosial bisa lebih menarik, terutama jika ada gambar dan suara, sehingga pesan manfaat imunisasi bisa sampai.

21 Mei 2024 | 20.37 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas kesehatan memberikan imunisasi polio kepada anak di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Jalan Siwalankerto Tengah, Surabaya, Jawa Timur, Senin 19 Februari 2024. Imunisasi polio tahap dua dilakukan setelah penerima sudah mendapatkan imunisasi tahap satu sebagai upaya menyukseskan program pemerintah pemberian imunisasi polio dalam menanggulangi kejadian luar biasa (KLB). ANTARA FOTO/Didik Suhartono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Media sosial bisa menjadi sarana yang mudah untuk menyosialisasikan manfaat imunisasi pada masyarakat. Demikian pendapat Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Soedjatmiko Sp.A(K).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kominfo mengatakan 66 persen penduduk punya smartphone dan mencari informasi melalui media sosial, 83 persennya melalui WhatsApp,” kata Miko dalam webinar tentang ajakan imunisasi untuk mencegah penyakit berat, Selasa, 21 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengatakan informasi yang disebarkan media sosial bisa lebih menarik, terutama jika ada gambar dan suara, sehingga pesan manfaat imunisasi bisa tersampaikan. Namun informasi yang disampaikan pun harus yang menonjolkan manfaat imunisasi bagi kesehatan anak dan bahaya penyakit yang mengintai jika tidak lengkap melakukan imunisasi.

Penyakit yang bisa dicegah melalui vaksin yang jarang diinfokan media adalah hepatitis untuk mencegah kanker hati, imunisasi BCG pada bayi untuk mencegah TBC, yakni radang paru, radang otak, dan radang kelenjar yang disebabkan bakteri tuberkulosa, vaksin polio untuk mencegah kelumpuhan permanen, DPT dan HIB untuk mencegah pertusi atau batuk rejan 100 hari dan difteri, yakni sumbatan pada jalan napas dan dapat merusak otot jantung akibat racun difteri.

Banyak informasi tak diberitakan
Selain itu imunisasi juga dapat mencegah kaku otot mulut dan jantung akibat tetanus, radang paru dan otak oleh bakteri pneumokokus dengan imunisasi PCV, rotavirus untuk mencegah diare berat, influenza untuk mencegah radang paru, campak dan rubela untuk mencegah risiko kematian karena virus tersebut menyerang otak dan bisa menyebabkan cacat pada janin, serta mengurangi risiko pengentalan darah pada demam berdarah dengue.

“TV dan media sosial enggak banyak yang bahas bahaya penyakitnya. Pencegahan dengan imunisasi juga jarang dibahas, lebih banyak membesarkan berita KIPI sedangkan yang enggak ada KIPI enggak diberitakan. Edukasi oleh nakes juga terbatas, mereka terlalu banyak membicarakan target imunisasi,” jelasnya.

Imunisasi juga tidak berbahaya. Justru hal itu akan menguntungkan karena hasil penelitian banyak negara mengatakan sering imunisasi akan meningkatkan kekebalan spesifik pada tahun-tahun penting anak seperti bayi dan saat sekolah. Miko juga mengatakan orang tua bisa mengikuti jadwal imunisasi yang diberikan IDAI maupun Kementerian Kesehatan. Dengan imunisasi dapat mencegah penyakit menjadi berat.

“Imunisasi yang belum lengkap dapat sakit berat atau meninggal. Yang imunisasi lengkap ada yang sakit tapi sangat sedikit dan sakitnya tidak berat. Sakit berat susah mengobatinya, lebih lama, kalau cacat akan jadi beban keluarga. Supaya tidak sakit ya imunisasi, gratis,” kata anggota Satgas Imunisasi IDAI ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus