Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Pentingnya Pasien Mengetahui Kadar Radiasi Alat Pemindai Medis

Pakar menyebut pasien perlu mengetahui kadar paparan radiasi sebelum memutuskan alat pemindai berkaitan dengan penyakit. Cek sebabnya.

21 Februari 2020 | 11.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi rontgen anak. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pasien perlu mengetahui kadar paparan radiasi sebelum memutuskan alat pemindai berkaitan dengan penyakit. Dengan mengetahui kadar paparan radiasi serta faktor risiko sesuai kondisi tubuh akan menjadi bahan pertimbangan pasien untuk memilih alat pemindai, seperti Computerized tomography scan (CT Scan) atau foto rontgen untuk keperluan diagnosis penyakit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pakar nuklir Universitas Gadjah Mada (UGM), Agus Budhie Wijatna, mengatakan setiap pasien berhak mengetahui informasi kadar paparan radiasi dari sejumlah alat pemindai medis dengan teknologi nuklir di rumah sakit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Itu hak publik untuk tahu dan harusnya publik juga bertanya," kata Agus.

Agus menjelaskan untuk foto rontgen yang menggunakan sinar X memiliki radiasi 0,1 milisievert. Sedangkan CT Scan, radiasinya lebih besar, mencapai 10 milisievert karena hasilnya lebih jelas dalam bentuk tiga dimensi.

Penggunaan teknologi CT scan maupun foto rontgen memang memiliki manfaat besar untuk memudahkan deteksi penyakit di dalam tubuh, seperti batu ginjal. Melalui teknologi itu, batu ginjal bisa dilihat secara visual tanpa melalui operasi.

"Kalau tidak memilih keduanya, berarti dibelah lalu dilihat ada batu ginjal atau tidak. Kalau ternyata tidak ada maka dikembalikan lagi," tambahnya.

Pada prinsipnya, radiasi dari alat pemindai medis masih dalam batas aman. Aturan administratif yang diterapkan di Indonesia disepakati paparan radiasi yang bisa digunakan maksimal sebesar 1 millisievert per tahun atau 0,5 mikrosievert per jam. Untuk para pekerja yang bergelut dengan alat-alat radiasi, ambang batas yang diizinkan bisa mencapai 50 milisievert per tahun.

"Ini adalah bentuk kehati-hatian dari pengguna teknologi nuklir agar setiap langkah yang diambil ada kepastian aman," katanya.

Sedangkan zat radioaktif, baru akan memiliki dampak klinis pada tubuh manusia apabila paparannya telah mencapai 500 milisievert sekali papar. Dalam kondisi itu, terjadi perubahan posisi sel pada tubuh manusia.

"Oleh sebab itu, dalam pemanfaatan teknologi nuklir manfaatnya harus lebih besar dibandingkan risikonya," ujarnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus