Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Angka diabetes di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF) Atlas 2017, ada 10,3 juta orang di Indonesia dengan rentang usia 20-79 tahun yang mengalami diabetes.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penderita diabetes wajib mengatur pola makan dan berolahraga. Namun, yang tak kalah penting adalah menjalankan tes HbA1c secara berkala juga disarankan oleh para praktisi kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“PERKENI menyarankan agar pasien diabetes melakukan pemeriksaan HbA1c setiap tiga bulan sekali,” kata ketua Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Ketut Suastika.
Mengapa demikian? Ketut menjelaskan bahwa HbA1c berkaitan erat dengan risiko komplikasi kesehatan jangka panjang yang lebih rendah sebab HbA1c bekerja dengan cara mencerminkan rata-rata kadar gula darah selama tiga bulan terakhir dengan lebih akurat dibandingkan pemeriksaan gula darah harian yang sangat fluktuatif.
Apabila nilai HbA1c terus tinggi maka risiko komplikasi juga tinggi, baik komplikasi makrovaskular seperti penyakit jantung dan stroke, maupun komplikasi mikrovaskular seperti kerusakan saraf, mata, dan ginjal. Namun, sebaliknya dengan hanya penurunan sebanyak satu persen HbA1c dapat mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang.
“Seperti amputasi sebanyak 43 persen, komplikasi mikrovaskuler sebanyak 37 persen, gagal jantung sebanyak 16 persen, dan stroke sebanyak 12 persen,” jelasnya.
Ketut menambahkan, pasien diabetes tidak perlu khawatir tentang biaya. Walaupun pengecekan seharusnya mengocek kantong sebesar dua juta rupiah per pemeriksaan, namun kini HbA1c telah masuk dalam tanggungan pemerintah.
“Pemeriksaan HbA1c sudah dikover BPJS di fasilitas kesehatan tingkat dua,” katanya.