Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Padang - Dalam catatan sejarah, Sumatera Barat yang dulu disebut dengan Sumatra Westkust pernah menjadi pusat pertambangan batu bara terbesar di Asia Tenggara. Bimbi Irawan mencatat dalam Buku Dari Luhak Ke Rantau : Kronik Pemekaran Nagari, Sawahlunto saat pertama kali ditemukan Belanda memiliki cadangan batu bara yang besarnya mencapai 250 ton.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk menguras emas hitam dari perut bumi Afdeling Sawahlunto, Pemerintah Kolonial Belanda mendatangkan tahanan dari Pengadilan Batavia sebagai pekerja paksa. Fatris MF menulis dalam buku Merobek Sumatera bahwa kota yang pernah jaya di masa lalu itu dihidupkan oleh 11.000 pekerja multi etnis dengan status yang beragam, termasuk orang rantai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak sedikit orang rantai yang menghabiskan hidupnya di lubang tambang batu bara Sawahlunto. Beberapa nisan bertuliskan angka ditemukan tergeletak di Museum Goedang Ransoem Kota Sawahlunto. Museum Goedang Ransoem dulunya digunakan sebagai dapur untuk para pekerja tambang. Fatris juga menyebutkan dalam bukunya bahwa Sawahlunto masa lalu juga punya sejarah sebagai tempat perjudian dan pelacuran.
Kawasan lubang tambang di Museum Mbah Soero, Sawahlunto, Sumatra Barat (TEMPO/Fachri Hamzah)
Batubara tinggal cerita
Namun kejayaan masa lalu Sawahlunto hanya tinggal cerita. PT Bukit Asam sebagai pelanjut warisan Belanda dalam mengelola tambang sudah tidak beroperasi lagi di Sawahlunto. Salah satu penjaga Homestay Ismail yang pernah bekerja di perusahaan tersebut menjelaskan bahwa emas hitam di perut bumi Sawahlunto sudah tidak ada lagi. Jika ada tentu sudah sangat berbahaya karena kadar gas yang banyak. "Banyak dari kawan saya yang pensiun dini," katanya.
Saat ini kekejaman dan masa keemasan hanya menjadi cerita dan tontonan bagi para wisatawan. Jika berkunjung ke Sawahlunto, pengunjung akan menyaksikan bangunan-bangunan tua ditempel label cagar budaya.
Museum Mbah Soero
Beberapa situs wisata di buka untuk menarik para wisatawan berkunjung ke Kota Sawahlunto, salah satunya adalah Museum Mbah Soero. Museum yang dibuka di atas lubang tambang itu menampilkan foto-foto masa lalu Sawahlunto dan alat-alat pertambangan. Selain itu juga ada beberapa foto orang rantai yang dipekerjakan secara paksa.
Bagi para wisatawan yang berkunjung ke museum tersebut akan dikenakan tarif 10 ribu rupiah sudah termasuk dengan pemandu. Pengunjung juga dapat menikmati sensasi berada di dalam lubang tambang tanpa biaya tambahan. Pemandu biasanya akan mengarahkan pengunjung ke sebuah ruangan yang berisikan helm dan sepatu bot sebelum masuk ke lubang tambang.
Salah Seorang Pemandu Museum Dio Nofrianto menjelaskan, lubang itu memiliki dalam 285 meter lebih dengan 6 level. Lubang tersebut masuk dalam area Kompleks Museum Lubang Mbah Soero. "Lubang ini tidak beroperasi lagi karena masuk air ke dalam lubang tambang," katanya sambil mengajak pengunjung untuk masuk ke dalam lubang tambang tersebut.
Nofri juga menjelaskan, jika Sawahlunto juga memiliki beberapa situs cagar budaya yang dibuka untuk umum yakni Museum Goedang Ransoem dan Museum Kereta Api.
FACHRI HAMZAH