Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Divisi Kesenian dan Pertunjukan Keraton Yogyakarta Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Kridhamardawa pada Selasa, 7 Desember 2021, bertolak ke Bandung, Jawa Barat. Mereka akan menghadiri Gempita Budaya Gelar Muhibah Pikat Amerta Budaya Jawa Barat - Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bertempat di Gedung Sate, Kridhomardowo akan menampilkan Bedhaya Sapta dan Beksan Menak Kakung Umarmaya - Umarmadi. Kunjungan Keraton Yogyakarta ini merupakan balasan terhadap Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang telah bertandang ke Yogyakarta di awal Desember 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sumber cerita repertoar Bedhaya Sapta dari Babad Pasundan," kata Kanjeng Pangeran Hario Notonegoro selaku Penghageng KHP Kridhamardawa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat pada Senin, 6 Desember 2021.
Notonegoro yang juga menantu Raja Keraton Sri Sultan Hamengku Buwono X, itu mengatakan repertoar Bedhaya Sapta mengisahkan dua punggawa Sultan Agung, yaitu Ki Tumenggung Lirbaya dan Ki Tumenggung Nampabaya yang diutus untuk membuat tapal batas antara tanah Mataram dengan Pasundan.
Notonegoro melanjutkan, Bedhaya Sapta merupakan tarian Yasan Dalem (karya) Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan ditampilkan oleh tujuh perempuan. "Tarian ini memiliki akhir cerita terjalinnya hubungan antara utusan Mataram dengan tlatah Pasundan," kata Notonegoro.
Sebab itu, repertoar Bedhaya Sapta menjadi simbol yang mampu menjembatani hubungan kerja sama dan pertukaran budaya antara Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Provinsi Jawa Barat. Selain Bedhaya Sapta, KHP Kridhamardawa juga menampilkan Beksan Menak Kakung Umarmaya - Umarmadi. Tarian ini merupakan Yasan atau karya Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang memiliki inspirasi gerak dari Wayang Golek di Jawa Barat.
Bedanya, Beksan Menak Kakung Umarmaya - Umarmadi ditarikan oleh dua laki-laki yang memerankan masing-masing tokoh. "Tarian ini menceritakan pertemuan Adipati Umarmaya dengan Prabu Umarmadi, yang ingin melawan dan mengambil kekuasaan milik Tiyang Agung Jayengrana," kata kata Notonegoro. "Namun pada akhirnya, usaha Umarmadi gagal dan tunduk pada Umarmaya serta menjadi sekutunya."
Acara Gempita Budaya Jawa Barat - Yogyakarta turut menggandeng sejumlah seniman Jawa Barat. Notonegoro berharap pertunjukan tersebut mampu merekatkan hubungan harmonis Jawa Barat dengan Yogyakarta.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat berkunjung ke Yogyakarta, Rabu, 1 Desember 2021, mengatakan, selama ini hidup mitos seolah masyarakat Pasundan dan Mataram tak pernah bisa disatukan karena ada narasi perang warisan kerajaan-kerajaan masa lalu. "Ada narasi yang terlanjur menstigmakan Sunda - Jawa sebagai dua suku Indonesia yang seolah bersebarangan. Tak bisa dipersatukan," kata Ridwan Kamil di Candi Prambanan.
Sultan Hamengku Buwono X juga mempertanyakan stigma budaya Sunda - Jawa yang sulit bersatu gara-gara kisah masa lampau. Menurut dia, anggapan tersebut perlu digali betul dari mana akarnya. Selama ini, menurut Sultan, satu-satunya referensi yang kerap menjadi rujukan tentang renggangnya hubungan Sunda - Jawa karena catatan yang dibuat Belanda tentang perang Babad antara keluarga Kerajaan Sunda dengan tentara Kerajaan Majapahit sekitar 600 tahun lalu.
Peristiwa kelam itu terus terpelihara di masyarakat dan menjadi manipulasi untuk menghancurkan persatuan di antara pemuda, termasuk Jawa dan Sunda kala itu. "Padahal dalam manuskrip Indonesia tidak pernah ada yang menyatakan Perang Babad benar-benar terjadi. Besar kemungkinan Perang Babad itu buatan Belanda saja, yang mungkin juga tak pernah ada," kata Sultan Hamengku Buwono X.
Baca juga:
Di Candi Prambanan, Sultan HB X dan Ridwan Kamil Bikin Kerja Sama Wisata
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.