Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Lomba Burung Berkicau, Daya Tarik Lain Wisata Yogyakarta

Anda bosan dengan wisata alam Yogyakarta? Para pecinta burung bisa bersiap melihat keunikan berbagai jenis burung dalam Lomba Burung Berkicau.

26 Juni 2019 | 05.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seni instalasi berupa panji dengan aksara Jawa dan bunga di kawasan wisata Malioboro Yogyakarta. TEMPO | Shinta Maharani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Yogyakarta sudah terkenal dengan berbagai daerah wisatanya yang tersebar di kota dan kabupaten. Bila Anda merasa semakin kurang dengan daerah wisata itu, tenang. Ada beberapa kegiatan unik dan menarik yang bisa menjadi salah satu referensi Anda untuk menghabiskan waktu di Yogyakarta. Seperti menggarap kegiatan yang melibatkan pecinta hobi.

Baca: Pusat Budaya Yogyakarta - Shanghai Dibangun di Kampung Ketandan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pasca libur lebaran, Pemerintag Yogyakarta menggandeng Pelestari Burung Indonesia (PBI) menyiapkan Lomba Burung Berkicau ke VII. Mereka memperebutkan Piala Wakil Gubernur DIY Paku Alam X. Lomba Burung Berkicau VII ini akan digelar Minggu, 30 Juni 2019 di Lapangan Denggung, Sleman. "Acara tahunan Lomba Burung Berkicau ini sudah masuk agenda pariwisata Yogyakarta, potensinya mendongkrak kunjungan wisata cukup tinggi," ujar Wakil Gubernur DIY Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam X, 25 Juni 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Paku Alam tak ingin kegiatan berbau hobi itu hilang karena selalu ditunggu para pecinta burung dari berbagai daerah untuk berpartisipasi. Paku Alam mengusulkan agar lomba burung berkicau yang sudah bertahan tujuh tahun itu diperluas segmennya. Bukan hanya untuk kelas profesional, yang melibatkan burung-burung yang sudah pengalaman panjang dalam lomba serta bernilai fantastis. "Kami usulkan juga ada kelas kompetisi untuk para pemula atau untuk burung-burung berkicau yang harganya masih rendah, sehingga peserta lebih banyak," ujarnya.

Dengan adanya perlombaan khusus pemula, diharapkan bisa meningkatkan jumlah pecinta burung berkicau, sekaligus melatih dan regenerasi para calon juara baru.

Paku Alam juga mengusulkan untuk melibatkan potensi ikon lain yang bisa diangkat dari Yogyakarta seperti lewat penamaan perlombaan. Misalnya, memakai kata ‘Jogja Istimewa’, nama daerah lokasi penyelenggaraan yang jadi ikon. Seperti Denggung di Sleman, atau Gebleg Renteng seperti motif batik khas Kulonprogo. “Saya mau bagaimana yang diangkat tidak hanya branding HB (Hamengku Buwono) atau PA (Paku Alam), tapi juga ikon-ikon lain di DIY, yang bisa mengangkat nama daerah. Apalagi pesertanya juga banyak yang dari luar DIY,” ujarnya.

Kepala Dinas Pariwisata DIY, Singgih Raharjo mengatakan kegiatan ke-7 kalinya ini menjadi salah satu andalan pendongkrak kunjungan wisata. Sebab melibatkan para pecinta burung berkicau khususnya wilayah Jawa menunjukkan kemampuan burungnya berlaga. “Rencananya akan ada tujuh jenis burung yang dilombakan. Dan tidak hanya untuk pecinta burung berkicau di DIY, lomba ini juga dinanti para pecinta burung berkicau se-Jawa,” ujarnya.

Dinas Pariwisata DIY menilai kegiatan bertema hobi ini mampu mendatangkan para wisatawan dalam jumlah tak sedikit. “Dari sisi transportasi, hotel, penyewaan perlengkapan burung, kegiatan ini bisa menjadi bagian tersendiri untuk menghidupkan ekonomi di DIY. Belum lagi kalau berbicara tentang objek wisata, kuliner, dan sebagainya, yang bisa dirasakan oleh masyarakat Yogyakarta,” ujarnya.

Ketua Umum Pelestari Burung Indonesia (PBI), Bagiya Rachmadi mengatakan peserta lomba diperkirakan mencapai lebih dari 500 orang, dengan jumlah burung yang berlomba hingga 2.500 ekor burung.

Baca: Duo Ciao Lucifer Mampir di Yogyakarta, Lokananta, dan Jakarta

Setiap peserta biasanya mengikutkan lebih dari lima burung dilombakan. Perlombaan tingkat nasional ini juga merupakan ancang-ancang untuk perlombaan yang lebih besar, yakni memperebutkan Piala Hamengku Buwono X. “Peserta lomba ini biasanya dari seluruh daerah di Indonesia. Ada yang dari Kalimantan, Aceh, Padang, Bali. Dari Papua juga ada, walaupun biasanya hanya dua orang," ujarnya.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus