Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Ramai Soal Rencana Beach Club Gunungkidul, Pakar Ungkap Pentingnya Kawasan Karst bagi Ekowisata

Kawasan karst di Gunungkidul menjadi bagian penting untuk menjaga ekosistem pesisir tetap lestari. Bagaimana jika proyek beach club itu jadi?

28 Juni 2024 | 07.11 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Rencana Beach Club yang awalnya melibatkan Raffi Ahmad di Gunungkidul, DI Yogyakarta. Dok. Instagram

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Dibalik ramai sorotan rencana investasi proyek beach club di Gunungkidul Yogyakarta belakangan ini, kalangan pakar mengungkap bagaimana kawasan karst di Gunungkidul dan di wilayah Indonesia lainnya memiliki peran krusial bagi lingkungan. Kawasan karst ini menjadi bagian penting untuk menjaga ekosistem pesisir tetap lestari dan kesinambungan ekowisata terjaga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Diketahui, karst selama ini berfungsi sebagai kantong penyimpan cadangan air bersih dan daerah penyerapan karbon. Bentang alam karst disebut juga mampu menyerap karbon yang mencemari udara dalam jumlah besar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kita harus berpikir, air yang ada di bawah (yang tersimpan dalam lapisan karst) jika itu rusak (akibat proyek) mau diganti dengan apa? Kalau landscape bagian atasnya rusak mungkin bisa diganti dengan yang lain," kata pakar hidrologi Universitas Padjajaran Chay Asdak dalam forum Cirad-Instiper Summer Course di Yogyakarta, Kamis, 27 Juni 2024.

Kalangan pakar mengungkap bagaimana kawasan karst di Gunungkidul dan di wilayah Indonesia lainnya memiliki peran krusial bagi lingkungan. Dok. Istimewa

Chay menuturkan, dalam suatu investasi, perlu kajian mendalam soal dampak panjang yang ditimbulkan. Dalam kasus rencana beach club Gunungkidul itu, ujar Chay, investor tentu senang saja karena mendapatkan landscape di atas yang menyuguhkan panorama lautan pantai selatan nan indah. Namun, mereka tak tahu bagaimana kondisi lapisan bawah tempat berdirinya proyek itu.

"Investasi bisa menjadi persoalan bagi keberlangsungan lingkungan hidup," kata dia. "Kegiatan (investasi) berbasis lahan itu bisa dilakukan apalagi dengan adanya insfratruktur yang lebih bagus. Tapi kalau salah langkah bisa menjadi celaka, tidak berkelanjutan," imbuhnya.

Kebijakan investasi berbasis lahan, kata Chay, harus didasarkan pada hasil riset agar menemukan alasan rasional, yang masuk akal.

"Pendekatan investasi nature base solution menjadi penting, itu solusi berbasis pada alam hayati. Yang memberikan langsung pada penanam modal tapi juga memberikan manfaat pada lingkungan," ujarnya.

Prinsip Ecotourism

Terkait rencana beach club, Chay menakarnya apakah masuk dalam perspektif ecotourism. Menurutnya ada tiga hal yang bisa digunakan sebagai tolok ukur investasi itu berpijak prinsip ecotourism.

Pertama, pemrakarsa investasi harus bisa menunjukkan hal-hal konservasi apa yang ditawarkan.

"Beach club ya beach club, mobil-mobil bagus akan datang di sana, tapi apakah dia mengarah pada konservasi? Apakah adanya di kawasan ekosistem karst? Ini harus jelas terutama terkait dengan eklusivitas itu," kata dia.

Faktor kedua, ujar Chay, siapa yang mendapatkan keuntungan atas investasi itu.

"Kita sepakat yang harusnya mendapatkan keuntungan haruslah masyarakat, itu bisa di-treat, tapi bentuknya apa?"

Faktor ketiga, siapapun yang datang-pulang ke proyek itu perlu mendapatkan pengalaman dan pemahaman terkait konservasi lingkungan.

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Adapun Deputy Director Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper Yogyakarta, Agus Setyarso dalam forum itu mengungkap rencana investasi beach club untuk pariwisata wajib mematuhi prinsip dan aspek dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Menurut Director Forest Program WWF Indonesia 2000-2004 itu, ekosistem karst bisa saja dimanfaatkan sumber dayanya untuk pembangunan tempat wisata, lingkungan, pendidikan, kehutanan, perkebunan, dan juga jasa.

"Sepanjang pembangunanya tidak merusak kekayaan alam yang ada di dalamnya," kata dia.

Mengkaji karakter karst, kata Agus, jika lapisan itu dibor, maka di kedalaman 10-15 meter sudah bisa mendapatkan air bersih. Namun ketika dibor 60- 100 meter sudah bertemu air laut.

"Jadi kalau beach club itu digarap sembarangan tanpa melihat struktur biologi muka air di dalam tanah, begitu salah satu sumber bocor, air laut akan masuk seluruh wilayah di sekitar itu, semua sumber air akan menjadi asin," ujar dia.

Agus menyarankan pemerintah daerah tak hanya berfokus mendorong masuknya investasi untuk menunjang perekonomian, mamun juga melihat dampak berkelanjutan dari segala aspek termasuk lingkungannya.

"Jangan sampai jika pembangunan (beach club)diteruskan justru berpotensi menimbulkan bencana banjir, longsor, hingga kekeringan karena tidak adanya riset," kata dia.

PRIBADI WICAKSONO

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus