Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Tradisi Siat Yeh Usai Nyepi Digelar dengan Berbagai Pembaruan

Seusai Nyepi, pemuda-pemudi Sekaa Teruna Bhakti Asih melaksanakan tradisi Siat Yeh di Banjar Teba, Desa Jimbaran, Bali, Ahad, 18 Maret 2018.

18 Maret 2018 | 14.32 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Para pemuda dan pemudi di Banjar Teba, Desa Jimbaran, Bali, saling menyiram air dalam pelaksanaan tradisi Siat Yeh yang dilakukan setelah Nyepi, Minggu, 18 Maret 2018. Tempo''/Bram Setiawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jimbaran - Pemuda-pemudi Sekaa Teruna Bhakti Asih melaksanakan tradisi Siat Yeh di Banjar Teba, Desa Jimbaran, Bali, Ahad, 18 Maret 2018. Kegiatan saling menyiram air di antara para pemuda itu dilakukan setelah menjalani Nyepi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aksi saling menyiram air kian meriah karena diiringi nyanyian dan tarian. "Menyenangkan, ramai dengan teman-teman, karena tumben," kata Ni Luh Putu Sumariyani setelah mengikuti tradisi Siat Yeh, Minggu.

Luh tampak gembira bersama dengan teman-temannya ketika saling menyiram air. Ia sangat bersemangat dan menikmati setiap siraman air yang membasahi tubuhnya. "Saya berharap setiap tahun berlanjut, bagus untuk solidaritas," tutur perempuan berusia 17 tahun itu.

Menurut tokoh masyarakat Banjar Teba, I Gusti Ketut Gede Yusa Arsana Putra, tradisi Siat Yeh perlahan-lahan hilang pada 1983. Saat itu disusul juga dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1983 yang menyatakan Nyepi sebagai hari libur nasional.

Sebelumnya, pada 1970-an, warga setempat menikmati hari Nyepi sambil bermain air di pantai. "Kemunculan tradisi (Siat Yeh) tahun ini telah melalui pembaruan," kata pria berusia 50 tahun itu.

Siat Yeh kini menjadi tradisi setelah Nyepi dan hanya ada di Banjar Teba, Jimbaran. Kebangkitan tradisi Siat Yeh tahun ini karena bertepatan dengan momentum Banyu Pinaruh. "Ini sebagai penglukatan agung (pembersihan diri) menggunakan air dari dua sumber berbeda," tuturnya.

Air yang digunakan berasal dari Pantai Jimbaran di sisi barat Banjar Teba. Adapun dari sumber lainnya, air diambil dari rawa (suwung) yang berada di sisi timur.

Menurut pemuda Sekaa Teruna Bhakti Asih, Anak Agung Bagus Cahya Dwijanata, 20 tahun, pembaruan tradisi Siat Yeh menyesuaikan dengan situasi saat ini. "Perkembangan pembangunan membuat pertemuan air dari laut dan rawa menjadi hilang," tutur Agung.

Lokasi yang menjadi pertemuan air dari dua sumber itu telah tergantikan oleh bangunan hotel. "Itulah yang menjadi landasan kami ingin mempertemukan air melalui tradisi ini," kata pria yang juga menjadi ketua dalam kegiatan tersebut.

Sebelum rangkaian kegiatan saling menyiram di antara muda-mudi dilakukan, prosesi dimulai dengan membenturkan dua kendi berisi air. Kendi tersebut dipikul di atas kepala dua orang warga yang menjadi perwakilan.

Setelah kendi pecah, air dari dua sumber berbeda itu bercampur. Selanjutnya muda-mudi menyanyikan lagu bernuansa sekar rare untuk memulai Siat Yeh.

BRAM SETIAWAN (Bali)

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus